Sabtu, 30 Mei 2015




Menggoyang Ummi Kuntum, Istri Ustad Joni

Minggu, 12 Januari 2014
“Ok kita lihat nanti siapa yang akan menikmati”, kata si Brewok sambil tangan kanannya meremas payudara Ummi Kuntum, istri Ustad Joni dari balik jubahnya.”Jangan pak jangan, kumohon jangan”,iba Ummi Kuntum, istri Ustad Joni. “Wah besar dan kenyal juga penthil nih wanita”, kata si Brewok sambil terus meremasi buah dada isri Ustad Joni yang masih terbungkus jubahnya. Ketika si Brewok sedang mengerjai Ummi Kuntum, istri Ustad Joni, teman – temannya untuk sementara hanya menunggu. “Ayo sayang nikmatilah jangan kau bohongi dirimu, nikmati saja”, kata si Brewok..














Kehidupan Ustad Joni boleh dibilang sangat bahagia. Semua keperluan yang ia butuhkan untuk hidupnya di dunia ini bisa ia penuhi dengan gampang. Kebahagiaannya lengkap dengan adanya istri cantik yang senantiasa siap melayaninya di rumah. Tentu akan ada sebuah rasa rindu antara keduanya apabila mereka lama tidak ketemu. Ini disebabkan Ustad Joni sering berdakwah ke luar kota.
Seperti pada saat itu, Ustad Joni harus memenuhi undangan untuk menjadi pembicara di kota Yogyakarta. Ia harus meninggalkan rumahnya selama tiga hari. Sehingga tinggalah kini istrinya di rumah bersama 2 orang anaknya, seorang pembantu dan seorang tukang kebun yang bernama pak Ujang yang sudah berusia 50 tahun. Hari ¨C hari dimana ia ditinggal oleh suaminya dapat dilaluinya dengan normal, karena memang Ustad Joni sudah biasa meninggalkannya untuk keperluan mencari nafkah.
Akan tetapi, siapa yang tahu ternyata musibah telah mengintai Ummi Kuntum, istri Ustad Joni. Pada hari kedua ketika Ustad Joni berada di Yogyakarta ternyata musibah menimpa istrinya. Malam itu rumahnya telah diincar oleh rampok yang jumlahnya ada 3 orang.
Kelompok perampok ini termasuk kelompok perampok yang terkenal cukup sadis. Mereka tak segan ¨C segan menggunakan kekerasan apabila korbannya melawan. Komplotan perampok ini terdiri dari Joni, Brewok, dan Kumis. Pemimpin perampok ini adalah si Brewok yang berbadan agak besar dan bertubuh gempal. Si Kumis berbadan biasa dan punya kumis yang khas. Sedangkan Joni berbadan agak gelap tapi gempal. Wajah mereka cukup terlihat sangar apalagi tubuh mereka dipenuhi dengan tato .
Malam itu sekitar jam 23.00 mereka mulai beraksi. Dengan menggunakan pakaian serba hitam dan tutup muka yang serba hitam mereka mulai beraksi. Saat iu rumah Ustad Joni sudah sepi dan terlihat tenang, karena memang seluruh penghuni rumah sudah terlelap dalam tidur mereka. Komplotan perampok ini berhasil memasuki halaman rumah Ustad Joni setelah memanjat tembok pagarnya. Lalu mereka mencongkel jendela samping rumah. Dengan keahlian yang telah mereka miliki hal ini bukanlah suatu hal yuang menyulitkan mereka. Akan tetapi, ternyata aksi mereka diketahui oleh pak Ujang yang mendengar suara mencurigakan mereka. Pak Ujang segera menuju ke arah suara. “Bruuukkk” malang nasib pak Ujang. Pukulan si Joni di bagian tengkuknya membuat orang tua ini roboh tak sadarkan diri. Komplotan perampok ini pun segera mengikatnya .
Mendengar suara yang mencurigakan tersebut, Ummi Kuntum, istri Ustad Joni langsung terbangun dari tidurnya. Segera ia mengenakan jilbab besarnya yang berwarna krem. Malam itu Ummi Kuntum, istri Ustad Joni tidur dengan menggunakan jubah warna putih yang agak tipis, sehingga BH dan celana dalamnya agak terlihat transparan dari luar. Ummi Kuntum, istri Ustad Joni segera menuju ke tempat suara gaduh. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati tukang kebunnya terikat tak sadarkan diri. Belum sempat ia bertindak, mulutnya sudah dibekap oleh si Brewok dari belakang. Lalu si Brewok berkata
“Kalau kamu mau seisi rumah ini selamat, jangan berteriak dan jangan melawan, mengerti???” Ummi Kuntum, istri Ustad Joni pun mengangguk tanda setuju. Lalu si Brewok pun melepaskan tangannya dari mulut Ummi Kuntum, istri Ustad Joni.
Dengan ketakutan, Ummi Kuntum, istri Ustad Joni berkata
“Mmmaau apa kalian???” Lalu si Brewok menjawab
“Kami mau merampok rumah ini, ya hitung- hitung sebagai amal lah, ha..ha..ha..”
“Kalian boleh ambil semau kalian tapi jangan ganggu keluarga dan penghuni rumah ini”, kata Ummi Kuntum, istri Ustad Joni.
“OK..” jawab si Brewok.
“Tapi supaya lebih aman kamu kuikat dulu supaya aksiku aman. Joni ikat wanita ini”perintah si Brewok.
“Baik Bos” jawab si Joni.
“Jangan..jangan..ahh..jangan” Ummi Kuntum, istri Ustad Joni melawan. Tapi apalah daya tenaga pria itu lebih besar darinya. Ia pun berhasil diikat tanganya di belakang cagak rumah sambil.mulutnya ditutup pakai kain.
Sekitar setengah jam kawanan perampok ini berhasi mengambil barang – barang yang mereka inginkan. Lalu merekapun bergegas ingin meninggalkan rumah itu. Lalu merekapun kembali ke tempat Ummi Kuntum, istri Ustad Joni diikat.
“Oke terima kasih atas barang – barang yang berhasil kami dapatkan. ha…ha…ha…” kata si Brewok. Ketika mereka mau mennggalkan rumah itu tiba – tiba si Kumis berbisik pada si Brewok
“Gimana Bos kalau kita nikmati dulu wanita ini, lumayan dia kan cantik, putih dan seksi meskipun tubuhnya ditutupi jubah”. Lalu si Brewok pun melirik Ummi Kuntum, istri Ustad Joni sambil berkata lirih”Boleh juga ide mu, ayo kita sikat rame – rame wanita itu” . Lalu mereka berempat pun berbalik kembali ke wanita itu. Merasa ada sesuatu yang mengancamnya Ummi Kuntum, istri Ustad Joni hanya bisa menggeleng ¨C gelengkan kepalanya.
Si Brewok pun lalu memegang dagu Ummi Kuntum, istri Ustad Joni sambil berbisik ke telinganya”Kamu layani dulu kami atau akan terjadi sesuatu pada keluargamu”, lalu tangan si Brewok menarik penutup mulut Ummi Kuntum, istri Ustad Joni untuk membiarkannya berkata
“Jangan pak.. jangan, kamu kan sudah mengambil semua yang kamu inginkan, sekarang pergilah, jangan ganggu keluarga kami”, kata Ummi Kuntum, istri Ustad Joni sambil ketakutan.
“Ok kita lihat nanti siapa yang akan menikmati”, kata si Brewok sambil tangan kanannya meremas payudara Ummi Kuntum, istri Ustad Joni dari balik jubahnya.”Jangan pak jangan, kumohon jangan”,iba Ummi Kuntum, istri Ustad Joni.
“Wah besar dan kenyal juga penthil nih wanita”, kata si Brewok sambil terus meremasi buah dada isri Ustad Joni yang masih terbungkus jubahnya. Ketika si Brewok sedang mengerjai Ummi Kuntum, istri Ustad Joni, teman – temannya untuk sementara hanya menunggu.
“Ayo sayang nikmatilah jangan kau bohongi dirimu, nikmati saja”, kata si Brewok.
“Jangan pak jangan, biarkan saya disini jangan diganggu, jangan pak hentikan”pinta Ummi Kuntum, istri Ustad Joni sambil terus berontak. Puas Meremasi bukit kembar Ummi Kuntum, istri Ustad Joni , tangan si Brewok beralih ke selangkangan Ummi Kuntum, istri Ustad Joni. Dibelai – belainya selangkangan Ummi Kuntum, istri Ustad Joni dari luar. Ummi Kuntum, istri Ustad Joni hanya bisa merengek untuk tidak diganggu sambil menggelinjang ke kiri dan ke kanan.
Setelah itu si Brewok pun menyingkap jubah Ummi Kuntum, istri Ustad Jonii ke atas. Terlihat kaki, betis dan paha Ummi Kuntum, istri Ustad Joni yang putih mulus. Di elusnya paha Ummi Kuntum, istri Ustad Joni. Dan sampailah tangannya di atas gundukan pada bagian selangkangan Ummi Kuntum, istri Ustad Joni. Berdesir hati Ummi Kuntum, istri Ustad Joni ketika tangan si Brewok menyentuh memeknya dari luar celana dalam putihnya. Di elus elusnya memek wanita berjilbab itu oleh si Brewok. Lama kelamaan kenyataan yang sesungguhnya tidak bisa ditolak wanita berjilbab itu. Ternyata dia sekarang tidak bisa menolak nafsunya. Perlawanannya sudah sangat lemah. Diam – diam ia menikmati elusan – elusan si Brewok pada memeknya yang masih terbungkus celana dalamnya.
“OOouuuugghhhh……” Ummi Kuntum, istri Ustad Joni keceplosan mengeluarkan erangan kenikmatan.
“Wah ternyata kau sekarang sudah bisa menikmatinya, ayo sayang keluarkan suara – suara rintihanmu.” kata si Brewok sambil terus mengusap – usap memek wanita berjilbab itu. Tak berapa lama kemudian ia bermaksud melepaskan celana dalam wanita berjilbab itu, dengan pelan ia pelorotkan celana dalam wanita berjilbab itu. Ketika sampai mata kaki, ia berkata
“Angkat kakimu sayang??”, dengan menahan malu tapi lebih mengutamakan nafsu, Ummi Kuntum, istri Ustad Joni ini pun mengangkat kakinya.
“Eh lupa jubah bawahnya belum dilepas sayang”, segera si Brewok melepas jubah bawah wanita berjilbab itu.
“Woooo indah sekali kaki dan memekmu, mantap!!!” kata si Brewok. Kini di depan mereka terpampang kaki putih yang dihiasi gundukan memek dengan jembut tipis yang tercukur rapi.
Segera si Brewok berlutut di depan wanita berjilbab itu.
“Agak renggangkan sedikit kakimu sayang”,pinta si Brewok. Dengan reflek wanita berjilbab itupun segera membuka kakinya. Lalu mulailah lidah si Brewok menjilati memek Ummi Kuntum, istri Ustad Joni
“Aaaahhhhh…”, rintih wanita berjilbab itu ketika memeknya untuk pertama kali disapu oleh lidah laki – laki. Kenikmatan menjulur ke seluruh tubunya. Lama kelamaan wanita berjilbab ini menggelinjang tak karu-karuan sambil terus merintih”aaaahhhh……aaaahhhhh….aaaahhhhh”.
Ketika wanita berjilbab ini akan mencapai orgasme, si Brewok pun melepaskan lidahnya dari memek wanita berjilbab ini. Dengan refleknya, pinggul wanita berjilbab ini maju ke depan untuk memburu lidah si Brewok. Tapi malang sebelum dia mencapai orgasme, si Brewok sudah berdiri sambil menciumi bibir wanita ini sambil berkata.”Apakah kamu merasa enak???Kamu mau kenikmatan ini kusempurnakan”
Dengan nafas memburu, wanita berjilbab ini berkata”Iya enak sekali aaaahhhhhh, cepat masukkan kontholmu ke memekku, nanti kalian akan kulayani sepuasnya, cepat, aku sudah tak tahan lagi..”, kata wanita berjilbab itu.
“Apa katakan dengan keras, kami belum mendengar”, kata si Brewok.
“Cepat masukkan kontholmu ke memekku, aku sudah tidak tahan, sekarang aku adalah pelacurmu”.
Lalu si Brewok memotong ikatan tali di tangan wanita berjilbab itu dengan belatinya.
“Sekarang keluarkan kontholku dan nikmati sesukamu”, kata si Brewok. Dengan tergesa – gesa, wanita berjilbab itu memelorotkan celana si Brewok dan kini terpampang penis hitam yang sudah tegang yang kira – kira berukuran 20 cm. Digenggamnya konthol si Brewok dan diarahkannya ke memeknya.
“Bleeesss…” Konthol si Brewok pun menghujam ke memeknya diiringi suara rintihan dari Ummi Kuntum, istri Ustad Joni”Aaaauuuuggghhhhhh… Enak sekali, ayo sayang genjot aku, puaskan aku..” kata Ummi Kuntum, istri Ustad Joni
Mulailah si Brewok menghujamkan kontholnya maju mundur ke memek wanita berjilbab itu.
“Ahhhhh….aaaaahhhhh….” Ummi Kuntum, istri Ustad Joni terus merintih kenikmatan selang berapa lama kemudian wanita berjilbab itu melingkarkan kakinya ke pinggang si Brewok sambil merintih panjang”aaaaaaggggghhhhhhhhhhhhhhhhhhh…..” Ternyata dia mengalami orgasme. Karena si Brewok belum orgasme lalu dia melepaskan kontholnya dari memek wanita berjilbab itu dan menyuruhnya untuk mengocok kontholnya dengan mulutnya . seakan tidak punya malu lagi, Ummi Kuntum, istri Ustad Joni itupun berjongkok dan mulai mengulum konthol yang belumuran cairan vaginanya.
“aaaahhhhhhh …..enak sekali kocokanmu sayang, terrruuusss…aaaahhhhh” eraang si Brewok sambil menekan – nekankan kepala wanita yang masih terbungkus jilbabnya…”aaaaaahhhhhhh…..”, si Brewok merintih panjang sambil menekan kepala Ummi Kuntum, istri Ustad Joni sehingga tertelanlah seluruh sperma si Brewok yang kini mengalami orgasme…Selama beberapa menit si Brewok tak mau melepaskan kontholnya dari mulut wanita berjilbab itu, Setelah puas diapun melepaskan kontholnya.
“Nah sekarang giliranku” kata si Kumis yang sudah melepaskan celananya sehingga kontholnya yang berukuran 22 cm terpampang jelas…
“Ayo sini saying, sekarang dengan aku”, kata si Kumis. Ummi Kuntum, istri Ustad Joni pun sekarang berdiri sambil melepaskan baju jubahnya dan menalikan jilbabnya ke belakang…Kini mereka semua dapat melihat buah dada besar Ummi Kuntum, istri Ustad Joni yang berukuran 34C yang hampir tidak muat oleh BH nya…Lalu dari belakang tangan si Joni melepas kait BH nya dan kini dengan gampang wanita berjilbab itu melepas BH nya.
Dengan tidak sabar si Kumis langsung melahap buah dada Ummi Kuntum, istri Ustad Joni yang kini hanya mengenakan jilbabnya saja yang ditalikan kebelakang lehernya…
“aaaahhhh……sedot terus mas …..nikmati…..aaaahhhh…”. Setelah puas menjilati susu wanita berjilbab itu, langsung ia rebahkan wanita berjilbab itu ke lantai…Tanpa disuruh, Ummi Kuntum, istri Ustad Joni ini langsung melebarkan kakinya…Tanpa kesulitan si Kumis langsung memasukkan kontholnya ke memek wanita berjilbab ini…
“aaaahhhhhh sempit sekali memekmu, enaaaakkkk”…Si Kumis terus menggenjotnya dari atas…Keringat keduanya bercampur jadi satu…Ummi Kuntum, istri Ustad Joni ini benar – benar menikmati permainan ini…Ia bisa mengimbangi genjotan si Kumis dari bawah.
“aaaahhhhhh…aaaahhhhh aku hampir keluar Mas…aaaahhhh”, kata wanita itu…”Aku juga ..aaahhh”, kata si Kumis…Tak lama kemudian
“aaaaahhhhhhhh…..aaaaauuuuggggghhhhh eeeemmmmmmmmmppphhhhh….”, keduanya melenguh panjang merasakan orgasme bersama.
Si Kumis langsung berguling ke sebelah Ummi Kuntum, istri Ustad Joni untuk memberikan kesempatan ke Joni…Joni yang dari tadi sudah menunggu langsung mengerahkan kontholnya ke mulut wanita berjilbab ini…Ia menggenjotnya dari atas…Tampak wanita ini kesulitan menghadapi`tekanan` seperti ini…Tak lama kemudian birahi wanita ini sudah bangkit kembali dan langsung menggenggam konthol si Joni dan menyuruhnya untuk memasukkannya ke memeknya langsung…Tanpa pikir panjang, Joni langsung menghujamkan rudalnya ke memek Ummi Kuntum, istri Ustad Joni…Tapi sayang tak lama kemudian ia sudah mencapai orgasme sambil memuncratkan spermanya ke dalam wanita berjilbab ini.
Si Brewok yang dari tadi mengamati permainan itu ternyata juga tahu ternyata diam – diam pak Ujang melihat permainan majikannya itu…Si Brewok pun berkata”Ok manis, sebagai hiburan terakhir bagi kami dan untuk menyelesaikan orgasmemu, sekarang kamu layani pak Tua ini”, kata si Brewok sambil melepaskan ikatan tali pak Ujang…
Dengan nafsu yang tinggi, wanita berjilbab itu langsung menghampiri pak Ujang…Seakan tidak percaya, pak Ujang memelototkan matanya ke tubuh seksi majikannya yang selama ini selalu terbungkus rapat jubahnya yang sebentar lagi bisa disetubuhinya…Tanpa pikir panjang wanita berjilbab itu langsung mengeluarkan konthol pak Ujang dari celananya…Untuk lebih melicinkan konthol pak Ujang yang akan menembus lubang memeknya, Ummi Kuntum, istri Ustad Joni ini mengulum dulu beberapa saat konthol pak Ujang…
“aaaaahhhhhh enak Bu, terussss”, erang pak Ujang.
Setelah dirasa cukup, lalu wanita berjilbab itupun menaiki tubuh pak Ujang dan memasukkan memeknya dari atas
“aaahhhhh…eeeeemmmmpppppffff”, erang wanita berjilbab dan pak Ujang ketika konthol pak Ujang masuk ke memek majikannya yang cantik itu. Pak Ujang merasakan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya…Majikannya yang selama ini ia anggap sangat alim ini ternyata cukup liar dalam urusan ranjang…Majikannya itu terus menggenjotnya dari atas…Tapi pak Ujang tidak mau kalah, ia lalu membalikkan posisi mereka sehingga kini ia mengendalikan permainan…Ia genjot memek majikannya itu sambil menyepong susunya,
“aaaahhhhh…eeemmmmppppffff…enak sekali pak Ujang terrruuusss”, rintih wanita berjilbab itu…
“Ternyata memek ibu enak sekali…aaahhhh”, kata pak Ujang sambil terus menggoyangnya dari atas…
“Aaaa….aaaahhhh…..ppaaakk UUjjjaaaang aku hampir sampai, kita sama – sama keluarnya ya???!!!”, kata Ummi Kuntum, istri Ustad Joni…
“Iya bu aku juga hamper sampai” kata si Ujang…
“Eeeeeeemmmmppppffffhhhhh…..aaaaaaaaggghhhh..”, akhirnya keduanya mengalami orgasme bersamaan.
“Haa….haaa..hhaaa, beruntung sekali aku hari ini, oke sekarang kita mau cabut dulu, terima kasih atas semuanya Sayang”, kata si Brewok yang bergegas meninggalkan rumah Ustad Joni sambil mencubit buah dada wanita berjilbab itu yang diikuti Joni dan si Kumis…Malam itu pak Ujang dan istri Ustad Joni meneruskan persetubuhan mereka sampai pagi…Dan sekarang ketika Ustad Joni tidak ada di rumah bisa dipastikan istrinya akan melakukan persetubuhan sehari penuh dengan pak Ujang.

Nikmatnya Ustazah Tetanggaku


Namaku Zul,,seorang mahasiswa teknik mesin.ini adalah pengalaman pertamaku dengan seorang wanita yang tak pernah sedikitpun terlintas dalam benakku untuk menyentuh bahkan me......nya,hhhaaa....yap dia adalah Habibah,seorang ibu hajjah skaligus seorang ustazah terpandang di kampungku. Umurnya kira-kira sekitar 40 tahunan.tubuhnya tinggi sekitar 165 cm,kulitnya kuning langsat dan wajahnya bias-biasa saja.tapi memang cukup manis dan ayu bagi seorang wanita berumur 40 tahunan. Dia sudah memiliki anak berusia 19 tahun dan 12 tahun. Cerita itu dimulai dua tahun lalu saat aku masih duduk di bangku kelas 3sma.
Saat itu ketika aku diundang untuk rapat tentang acara kaeagamaan.Akutak tau knapa aku ditunjuk jadi seorang ketua dan aku mau mau aja.Singkat cerita aku jadi deh ketua n siap ngurus smua apapun yang harus aku lakukan sbagai ketua.
 Tiga hari kemudian aku disuruh datang ke  rumah bu Habi ( panggilan akrabnya ) yang kira-kira terpisah 5-6 rumah dari rumah ortu ku.Memang hubunganku dengan bu habib terbilang cukup dekat,ya wajarlah dia juga pernah jadi guru ngajiku sewaktu aku masih kecil. Malam itu tidak seperti biasanya,memang sih cuacu juga agak sedikit dingin dan kayaknya emang mau turun hujan. Sesampainya aku dirumah bu Habi,ternyata hanya aku yang dating,soalnya anak2 yang lain emang disamping rumahnya yang jauh juga memang tidak diundang.
 Ternyata aku mendapat tugas untuk merancang agenda keremajaan,wah aku kurang paham nih ama yang beginian,tapi mau gmna lagi…tugas harus dikerjakan. Mulai malam itu aku mulai sering ketemu dan mengobrol dengan bu Habi,membicarkan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilekukan. Pada suatu hari aku diajaknya untuk mengikuti suatu undangan dari kecamatan dengan tema keagamaan. Kami hanya dating berdua,karena hari itu memang hanya aku saja yang ada waktu untuk mengantar bu Habi. Setiba disana kami disambut oleh para ustad dan ustazah dari berbagai desa berbeda. Aku sempat canggung dan malu karena aku tidak terbiasa bergaul dengan para pemuka agam,tapi ya diusahain aja deh yamg penting kerjaanku sebagai ketua tercapai dengan baik.
            Acara kami berlangsung cukup lama sekitar 4 jam lebih,dan aku banyak menghabiskan waktu itu disamping bu Habi sambil bercerita. Kami semakin dekat dan untungnya Pak Ahmad suami bu Habi tidak terganggu dengan kedekatan kami yang sering mengikuti acara demi acara berdua. Bahkan dia tidak segan-segan memintaku untuk mengantar istrinya pergi ke dokter.
Pada hari sabtu itu ketika aku dan bu Habi seperti biasa mengahdiri undangan dari kecamatan untuk mengikuti rapat mengenai perlombaan yang akan dilaksanakan di kantor kecamatan. Seusai kegiatan terdebut kami pun pulang,namun sialnya di tengah perjalanan kami dicegat hujan yang cukup deras. Kami pun mencari tempat untuk berteduh,kami biasanya berteduh atua beristirahat di masjid,tapi saat itu kami jauh dari mesjid. Akhirnya kami berteduh di sebuah rumah yang kayaknya tidak dibereskan,mungkin kurang biaya atua apalah,tapi kami bersyukur karena kami bias berteduh. Selang beberapa menit bu Habi berkata padaku kalau dia ingin buang air kecil. Akupun mengantarnya ke belakang rumah tersebut,mulanya aku tidak ada pikiran atau niat apapun,aku hanya m,enunngu saja dibalik dinding rumah tersebut. Tidak lama kemudian bu Habi selesai dan beranjak,entah kenapa mungkin dia lupa sehingga dia membenarkan rok panjangnya didalam dimana disana ada aku yang tengah merokok. Tenyata bu Habi memang tidak sadar sehingaa aku sempat melihat CD   nya yang berwarna putih. Bu Habi pun malu dan hanya bias tersenyum,seraya berkata “ maaf zul ibu lupa kalo ada kamu”. “gak apa-apa bu maff juga saya gak sengaja bu!” jawabku tanpa sadar. Lalu dia tersenyum manis sambil bertanya “kamu sempat lihat zul?”. “ iya bu,maaf” jawabku sambil malu, kemudian dia hanya tersenyum.
Tidak lama kemudian hujan pun reda dan kami pulang. Di perjalanan kami tetap mengobrol seakan-akan tidak ada kejadian apapun. Setiba di rumah aku langsung pulang dan masuk kamar sambil membayangkan kejadian tadi sore. Aku sangat terpukau saat melihat vagina bu Habi yang sangat indah,warnanya memang agak kecoklatan dan ditumbuhi sedikit rambut yang pendek bekas dicukur. Tidak lama aku menghayal, tiba-tiba “kriingg..kriingg” nada sms hape jadulku bersuara, dan ternyata ada pesan dari bu Habi yang berisi “ Zul, ibu malu sama kamu atas kejadian tadi, harap dimaklum dan kamu luapakan ya!”
Aku pun membalas “ iya bu,gak apa-apa,saya juga minta maaf”. Selama hamper serminngu ini kami tidak ketemu dam memang karena tidak ada agenda,hingga akhirnya pada hari jumat aku mendapat tugas untuk membuat sebuah undangan. Akupun mengerjakan di kantor,tempatnya emang cukup terpencil dan delang 3 rumah dan 1 gudang dari rumah bu Habi. Aku cukup lama mengerjakannya bahkan ketika sudah waktunya jumatan aku belum selesai dan terpaksa tidak jumata karena tanggung. Tiba-tiba terdengar suara batuk, dan ternyata dia adlah bu Habi yang tengah menjemur pakaian di depan kantor tempatku mengerjakan surat undangan. Dia pin menyadari kalau aku juga ada disana dan tidak jumatan. Kemudian dia menghampiriku dan menanyakan kenapa aku tidak jumata. Akupun menjawab dan deralasan seadanay, dan untunglah dia tidak sedikit pun mengeertak apalgi marah, malahan dia menemani dan membantukuku membacakan contoh undangan yang aku buat.
 Bu Habi yang memang baru mencuci itu hanya mengenakan kaos oblong dan bawahannya sarung yang basah sebagian kena air cucian, namun dia tetap pake kerudung. Ternyata dia bila pake baju yang tipis memang seksi juga..pikir ngeresku. Melihatku yang asik merokok, bu Habi memnadangku dan berkata “apa enaknya merokok zul?”. “ ya enak sih bu, penghangat ketika dingin,teman ketika sendiri dan banyak lagi” jawabku asal. Dia hanya tersenyum dan berkata “ ibu coba satu, mupung bapak lagi jumata, soalnya ibu dari dulu penasaran banget ama rokok” katanya. Aku tak bias menolak dan memberinya satu batang. Dia cukup mahir dan menikmatinya, dan akupun bertanya “ ibu kok kaya yang pernah merokok?”. “ dulu ibu memang pernah merokok” jawabnya.
Aku yang terus memandang belahan dadanya yang terlihat lekukan nya karena kaosnya yang tipis dan basah. Entah kenapa bias-bisanya aku berkat “bu baju ibu basah, buka bu soalnya gak baik buat kesehatan kalo pke baju basah!”. Bu Habi terdiam dan menjawab “ benar juga ya, tapi ibu mau pulang dulu ganti baju!”. Ketika dia beranjak,entah kenapa aku memegang tangannya dan meraihnya sehingga dia terjatuh di atas pahaku yang hanya pake boxer saja. Adia kaget dan berkata “kenapa zul, ada apa?”. Aku bingung dan tiba-tiba menjawab “bu, aku suka sama ibu, sebentar bu aku ingin memeluk ibu!”
“kenapa kamu zul?” jawabnya kaget
“bu sebentar aja bu sebentar!” jawabku tegas
Kemudian dia terdiam saja, dan akupun mulai memegang perutnya yang langsing tapi berisi.
Dia mulai bergerak dan memberontak, tapi aku terus menerus memohon dan sampai akhirnya berkata “bu aku pengen ibu jadi istri aku, aku suka sama ibu, aku cinta sama ibu!”
“tapi ibu kan udah bersuami, lagian kamu bisa kan menikah sama wanita lain yang masih muda!” sahutnya sambil masih mkemberontak.
“nggak bu aku ingin sama ibu” jawabku
“kamu ini apa-apaan, lepasin ibu zul ibu mohon, kalau kamu mau ngapa-ngapain ibu jangan gini caranya” mohonnya.
“bu kali ini aja bu!” mohonku juga.
“ya udah lepasin dulu zul!”
Kemudian aku melepaskan tapi tetap memegang erat tangannya.
“kenapa kamu ini, ibu ini guru kamu, dan ibu udah bersuami, bagaimana kalo ada orang yang lihat?” serunya
“tapi aku terangsang dan terus kepikiran saat kejadian di rumah kosong itu bu,aku mohon skali ini aja bu?” mohonku
Kemudian ibu Habi megeluarkan kunci di sakunya yang ternyata adalah kunci ruangan sebelah dan berkata “ini kunci ruangan sebelah, kamu buka ya!” suruhnya
Aku yang tengah diselimuti hasrat yang menggelora pun tanpa piker panjang langsung mengambil kunci dan menggusur paksa ibu Habi ke ruangan sebelah. Aku buka ruangan tersebut dan memang disana ada sofa tempat penerimaan para tamu. Kemudian bu Habi berkata “ zul kamu bawa sandal ibu dan punya kamu masukan kesini!”
Mendengar perkataan seperti itu akupun mulai dapat menangkap sinyal bahwa bu Habi memang member I respon, dan akupun memenuhi perintahnya. Kemudian dia berkata lagi “zul pangku ibu!”
Akupun memangku dan memandang wajah ibu hajjah habibah seorang ustazah sekaligus guru ngajiku ini. Kemudian aku baringkan dia diatas sofa itu, diapun tersenyum
Akupun mulai memegang tangannya, namun kali ini tidak erat melainkan lebih lembut dan sangat lembut, dia pun hanya tersenyum penuh arti.
“zul jangan terlalu jauh ya!” perintahnya
“maksud ibu?” tanyaku
“kamu boleh menyentuh ibu tapi jangan terlalu jauh apalagi melakukan itu ya zul, ibu ini kan gurumu dan ibu juga udah brsuami, kamu tahu kan?!” pinta ibu Habi memelas
“iya bu, saya mengerti.” Jawabku sambil pelan-pelan memasukan tanganku kedalam baju kaosnya yang tipis itu. Dia hanya terpaku saat aku perlakukan seperti itu, sepertinya dia pun mulai merasakan hasrat yang sama pada diriku. Terasa hangat perutnya yang halus, kemudian aku naikkan pergerakan tanganku keatas menuju payudaranya yang lumayan besar dan masih kencang.tangan kiriku mengelus-elus pantatnya yang masih terbungkus sarungnya yang basah itu. Bu Habi hanya terdiam sambil mendesah pelan. “hssssshhhh” desahan kecilnya smakin membuatku gelisah.
“pelan-pelan zul” bisiknya.
“ya mami.”sahutku
Tiba-tiba terdengar suara adzan, seketika aku menghentikan gerakanku dan berdiam sejenak sampai akhirnya bu Habi memanggilku pelan “zul!”
Aku cemas sekali takutnya dengan suara adzan tersebut dia kembali sadar bahwa yang dia lakukan adalah salah.
“percepat zul, ibu takut orang-orang yang pada jumatan keburu pulang, ntar bapa mencari ibu!” katanya berbisik halus.
Aku hanya terpaku dan lega dengan omongannya. Akhirnya aku percepat gerakanku dan hanya seketika akupun berhasil membuka bajunya itu. Kini dia setengah telanjang. Terlihat sangat jelas dan indah sekali tubuh seorang ustazah ini, apyudaranya yang cukup besar dengan putingnya yang berwarna coklat. Aku elus-elus dan remas kedua belah payudara itu dengan penuh kenikmatan.

Tiba-tiba tangannya bergerak menuju celanaku dan seketika membuka risletingnya dan tanpa lama-lama tangganya telah ada didalam celana dalamku. Akupun senang karena dia juga menginginkan diriku.
“buka aja bu!” bisikku.
“punya kamu lebih gede daripada punya bapak” sahutnya
Aku seneng mendengar dia memuji kepunyaanku ini. Penisku semakin hangta karena sentuhan tangan suci seorang hajjah yang manis ini. Aku bantu bukakan celanaku sehingga dia bebas memainkan tnagnnya denagn penisku. Dia hanya tersenyum ketika aku ciumi bibirnya yang lumayan menyegarkan itu,sementara kakiku aku gesek-gesekan dengan betisnya yang lumayan besar. Aku sedot lidahnya yang mengandung banyak air liur, kemudian aku jilat giginya yang putih dan rapi itu. Kami saling meandang dan tersenyum manis, sesekali aku goda dia mengenai suaminya agar hasrat kami semakin menggelo.
“bu gmana kalo pak Ahmad tau bu?” tanyaku sok perhatian.
“jangan dong sayang, ntar ibu ribet!”Perintahnya memelas
“enak bu?” tanyaku.
“ahh terusin aja zul terus!” suruhnya sambil terus mendesah pelan.
Akupun membaringkannya di sebuah sofa yang cukup besar itu sambil memandang matanya yang penuh makna kenikmatan.
“ibu mau nyepong aku ga?” tanyaku.
“bagaimana, ibu ga ngerti?” tanyanya heran
Wajarlah pikirku, dia adalah seorang ustazah, pasti g ngerti ama yang begituan.
“jilat dan emut kontol zul bu!” jelasku
“ah ngga ah, itu kan jijik zul?” jawabnya takut.
“sini bu aku contohin!” kataku.
Kemudian aku pelorotin sarungnya yang basah itu. Memang sih dia sempat menolak karena sesuai perjanjiannya tadi.
“jangan zul, kan kamu dah janji ga bakalan berlebihan!”
“ibu kan pengen tau kalo dalam bercinta itu tak ada yang jijik ataupun jorok.”
Dia pun membiarkan aku mengupas bungkus mahkotanya, dan WAHHHH …kagumku dalam hati saat melihat vaginaya yang sangat indah itu. Memang sih dulu jg aku pernah lihat tp hanya sekilas dan gak begitu jelas. Lalu aku mulai megelus-elus liang surga ibu hajjah itu dengan lembut. Kumassukan jari tengahku kedalam memeknya yang sudah basah dari tadi, aku pun terus memperhatikan wajah ibu itu yang menahan rasa super nikmat campur gelinya itu sambil memejamkan matanya. Aku lepaskan pegangan tangannya terhadapat kontolku, instan dia pun heran. Dia memandangiku yang mendekatkan wajahku kepada memeknya.
“ngapain zul?
“inikah bu yang ibu sebut jijik?” sahutku sambil mencium dan menjilat vaginanya yang telah basah dipenuhi cairan kenikmatannya.
“ahhh…zul ahhh..geli zul”
Istri ustad itu terus mendesah, dan sepertinya baru kali ini dia mendapatkan kenikmatan yang luar biasa.
“nikmat zul,,terus sayang teruskan!”
Saking hebatnya kenikmatan yang dia rasakan sampai-sampai dia merenggut rambutku yang lumayan jabrig. Aku tak peduli, aku jilat terus sampai dia tanpa sadar telah berteriak kencang saking nikmatnya. Akupun menyadarkannya karena takut ada yang datang dan memergoki kami.
Diapun sadar dan malu tersipu seraya berkata “kamu sih pinter banget memberi kenikmatan sama mamah.”
“iya dong mamah”
Entah kenapa dia ingin aku sebut mamah, mungkin karena dia ingin aku terus memanjakannya.
“mah sekarang bagian maha dong!”
“tapi gimana caranya, mamah g bisa?”
“cobain aja mah!” perintahku.
Kemudian diapun mulai melakukan hal yang aku perintahkan,
Ternyata dia langsung membuatku kejang denagn jilatannya.
“ko asin gini rasanya zul?”tanyanya heran.
“udah ga apa-apa ko mah, masukin dong kontolnya ke mulut mamah!”
Lalu dia memasukan penisku kedalam bibir tipisnya.
Ahhh g kuat banget, geli campur nikmat.
Penagalamn seks pertamaku ternyata dengan seorang wanita alim, dan luar biasa.
Selang beberapa menit aku naikkan kepala bu Habi da merubah posisi, membaringkannya di sofa, kemudian aku mulai membukakan celana. Nemun, ketika aku hendak melorotkan celanaku, tiba-tiba terdengar suara laki-laki keras memanggil nama ibu Habi.
“bu..bu..buu?”teriak laki-laki itu.
Akupun langsung membenarkan celanaku dan merlihat keluar. Ternyata lelaki itu adalah pak Ahmad, suami ibu Habi yang tengah aku senggamai. Akupun keluar menghampiri pak ahmad pura-pura bangun tidur.
“zul, kamu ga jumata?” tanyanya?
“aduh pak, saya ketiduran,!” jawabku
“kamu lihat ibu ga?”
“nggak pak, dari tadi juga belum lihat, memang ada apa ya?”tanyaku.
“bapak disuruh mengisi acara pengajian di rt 03,”
“oh gimana ya pak, soalnya saya ga tau sih pak.” Jawabku sok bingung
“ ya udah bapak titipin aja kunci sama kamu, ntar kalo ketemu bilangin sama ibu ya,sekalian kalo anak-anak pulang,kasih aja kuncinya!”
“baik pak”jawabku
Kemudian aku terima kunci dan pak Ahmad pergi karena ditunggu oleh seseorang dijalan.
Aku berbalik ke arah pintu dan terlihat disela-sela pintuitu ibu Habi mengintip sambil tertawa lega. Akupun lega plus senang, kemudian aku masuk dan memeliuk bu Habi dan menciumi apapun yang ada pada diri guru ngajiku dulu itu. Kami saling memandang dan tersenyum, sampai akhirnya aku memeri sinyal untuk melanjutkan kegiatan kami ini.
“mamah takut lho zul, kaget banget!”
“udahlah bu, mending terusin ronde kedua kita!” ajakku.
Kami pun tertawa senang dan saling berpelukan. Kinikami telah telanjang bulat, aku menindihnya dan terus menciumi bibir, pipi, kening, telinga, sampai ketiak pun aku jilat dan cium. Kemudian ketika dia menghayati kenikmatan itu sambil memejamkan matanya, aku mengarahkan kontolku yang telah sangat keras ini ke arah memeknya yang terus basah.
Tiba-tiba dia kaget dan menyentakku “ ngapain kamu zul? Jangan zul jangan, ibu mohon jangan!”
Aku tidak menjawab, tapi terus mencoba mengebor vaginanya sampai akhirnya dia dia diam seraya batangku masuk dan luput di vaginanya yang memang telah terbuka dari tadi. Aku terus mengocokkan kontolku secara beraturan,pelan cepat pelan cepat, begitu seterusnya kami lakukan hampir 25 menit sampai-sampai ibu Habi hampir tak kuat untuk menahan kenikmatan hebat ini. Beberapa menit kemudian kami berhasil sampai pada puncak.
“mah aku ah mau keluar nih, aku keluarin di dalam aja ya mah?” pintaku
“terseha kamu aja, mamh udah beberapa kali keluar,” jawabnya
“y udah aku ledakin di rahim ibu aja ya,moga jadi anak kita ya bu!”
“ya amin” jawabnya asal

Aku sangat bahagia sekali, karena aku berhasil menaklukan wanita dan menjinakkannya untuk memenuhi hawa nafsuku. Kami pun mulai membereskan baju dan tempat, aku membsahi bajuku denagn air bekas cucian buHabi agar tidak ada bau sperma, kemudian kami pun keluar pelan-pelan.
Esoknya aku disuruh datang ke rumahnya untuk mengurus surat yang kemarin. Aku sering curi pandang dengan dia. Kemudian ketika aku menumpang buang air, bu Habi menghampiriku dan mencium bibirku di kamar mandi rumahnya sendiri sambil berbisik “malam kamis depan anter ibu ke ondangan!”
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Malam kamis pun tiba, sesuai janjiku aku mengantar ibu Habi ke undangan, tapi ternyata kami tidak ke undangan melainkan ke sebuah villa milik ayahnya di desa sebelah. Kami pun bercinta lagi, lagi dan lagi.
Kami hampir melakukan hubungan gelap ini setiap minggu sekali. Hingga akhirnya 10 bulan kemudian aku mengantar ibu Habi ke puskesmas untuk bersalin. Anaknya perempuan dan cantik sekali. Seminggu kemudian aku mendapat sms darinya yang berisi “anakmu cantik ya?”
Aku cuman bisa tersenyum, danberharap bisa menikmati tubuh bu Habi yang indah itu lagi. Kini ibu Habi masih tetap aktif di pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya, tp dia juga masih aktif dalam kegiatan bersamaku di surga dunia.

Minggu, 03 Mei 2015

Ustadzah Mesum

Namaku Zul,,seorang mahasiswa teknik mesin.ini adalah pengalaman pertamaku dengan seorang wanita yang tak pernah sedikitpun terlintas dalam benakku untuk menyentuh bahkan me......nya,hhhaaa....yap dia adalah Habibah,seorang ibu hajjah skaligus seorang ustazah terpandang di kampungku. Umurnya kira-kira sekitar 40 tahunan.tubuhnya tinggi sekitar 165 cm,kulitnya kuning langsat dan wajahnya bias-biasa saja.tapi memang cukup manis dan ayu bagi seorang wanita berumur 40 tahunan. Dia sudah memiliki anak berusia 19 tahun dan 12 tahun. Cerita itu dimulai dua tahun lalu saat aku masih duduk di bangku kelas 3sma.
Saat itu ketika aku diundang untuk rapat tentang acara kaeagamaan.Akutak tau knapa aku ditunjuk jadi seorang ketua dan aku mau mau aja.Singkat cerita aku jadi deh ketua n siap ngurus smua apapun yang harus aku lakukan sbagai ketua.
 Tiga hari kemudian aku disuruh datang ke  rumah bu Habi ( panggilan akrabnya ) yang kira-kira terpisah 5-6 rumah dari rumah ortu ku.Memang hubunganku dengan bu habib terbilang cukup dekat,ya wajarlah dia juga pernah jadi guru ngajiku sewaktu aku masih kecil. Malam itu tidak seperti biasanya,memang sih cuacu juga agak sedikit dingin dan kayaknya emang mau turun hujan. Sesampainya aku dirumah bu Habi,ternyata hanya aku yang dating,soalnya anak2 yang lain emang disamping rumahnya yang jauh juga memang tidak diundang.
 Ternyata aku mendapat tugas untuk merancang agenda keremajaan,wah aku kurang paham nih ama yang beginian,tapi mau gmna lagi…tugas harus dikerjakan. Mulai malam itu aku mulai sering ketemu dan mengobrol dengan bu Habi,membicarkan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilekukan. Pada suatu hari aku diajaknya untuk mengikuti suatu undangan dari kecamatan dengan tema keagamaan. Kami hanya dating berdua,karena hari itu memang hanya aku saja yang ada waktu untuk mengantar bu Habi. Setiba disana kami disambut oleh para ustad dan ustazah dari berbagai desa berbeda. Aku sempat canggung dan malu karena aku tidak terbiasa bergaul dengan para pemuka agam,tapi ya diusahain aja deh yamg penting kerjaanku sebagai ketua tercapai dengan baik.
            Acara kami berlangsung cukup lama sekitar 4 jam lebih,dan aku banyak menghabiskan waktu itu disamping bu Habi sambil bercerita. Kami semakin dekat dan untungnya Pak Ahmad suami bu Habi tidak terganggu dengan kedekatan kami yang sering mengikuti acara demi acara berdua. Bahkan dia tidak segan-segan memintaku untuk mengantar istrinya pergi ke dokter.
Pada hari sabtu itu ketika aku dan bu Habi seperti biasa mengahdiri undangan dari kecamatan untuk mengikuti rapat mengenai perlombaan yang akan dilaksanakan di kantor kecamatan. Seusai kegiatan terdebut kami pun pulang,namun sialnya di tengah perjalanan kami dicegat hujan yang cukup deras. Kami pun mencari tempat untuk berteduh,kami biasanya berteduh atua beristirahat di masjid,tapi saat itu kami jauh dari mesjid. Akhirnya kami berteduh di sebuah rumah yang kayaknya tidak dibereskan,mungkin kurang biaya atua apalah,tapi kami bersyukur karena kami bias berteduh. Selang beberapa menit bu Habi berkata padaku kalau dia ingin buang air kecil. Akupun mengantarnya ke belakang rumah tersebut,mulanya aku tidak ada pikiran atau niat apapun,aku hanya m,enunngu saja dibalik dinding rumah tersebut. Tidak lama kemudian bu Habi selesai dan beranjak,entah kenapa mungkin dia lupa sehingga dia membenarkan rok panjangnya didalam dimana disana ada aku yang tengah merokok. Tenyata bu Habi memang tidak sadar sehingaa aku sempat melihat CD   nya yang berwarna putih. Bu Habi pun malu dan hanya bias tersenyum,seraya berkata “ maaf zul ibu lupa kalo ada kamu”. “gak apa-apa bu maff juga saya gak sengaja bu!” jawabku tanpa sadar. Lalu dia tersenyum manis sambil bertanya “kamu sempat lihat zul?”. “ iya bu,maaf” jawabku sambil malu, kemudian dia hanya tersenyum.
Tidak lama kemudian hujan pun reda dan kami pulang. Di perjalanan kami tetap mengobrol seakan-akan tidak ada kejadian apapun. Setiba di rumah aku langsung pulang dan masuk kamar sambil membayangkan kejadian tadi sore. Aku sangat terpukau saat melihat vagina bu Habi yang sangat indah,warnanya memang agak kecoklatan dan ditumbuhi sedikit rambut yang pendek bekas dicukur. Tidak lama aku menghayal, tiba-tiba “kriingg..kriingg” nada sms hape jadulku bersuara, dan ternyata ada pesan dari bu Habi yang berisi “ Zul, ibu malu sama kamu atas kejadian tadi, harap dimaklum dan kamu luapakan ya!”
Aku pun membalas “ iya bu,gak apa-apa,saya juga minta maaf”. Selama hamper serminngu ini kami tidak ketemu dam memang karena tidak ada agenda,hingga akhirnya pada hari jumat aku mendapat tugas untuk membuat sebuah undangan. Akupun mengerjakan di kantor,tempatnya emang cukup terpencil dan delang 3 rumah dan 1 gudang dari rumah bu Habi. Aku cukup lama mengerjakannya bahkan ketika sudah waktunya jumatan aku belum selesai dan terpaksa tidak jumata karena tanggung. Tiba-tiba terdengar suara batuk, dan ternyata dia adlah bu Habi yang tengah menjemur pakaian di depan kantor tempatku mengerjakan surat undangan. Dia pin menyadari kalau aku juga ada disana dan tidak jumatan. Kemudian dia menghampiriku dan menanyakan kenapa aku tidak jumata. Akupun menjawab dan deralasan seadanay, dan untunglah dia tidak sedikit pun mengeertak apalgi marah, malahan dia menemani dan membantukuku membacakan contoh undangan yang aku buat.
 Bu Habi yang memang baru mencuci itu hanya mengenakan kaos oblong dan bawahannya sarung yang basah sebagian kena air cucian, namun dia tetap pake kerudung. Ternyata dia bila pake baju yang tipis memang seksi juga..pikir ngeresku. Melihatku yang asik merokok, bu Habi memnadangku dan berkata “apa enaknya merokok zul?”. “ ya enak sih bu, penghangat ketika dingin,teman ketika sendiri dan banyak lagi” jawabku asal. Dia hanya tersenyum dan berkata “ ibu coba satu, mupung bapak lagi jumata, soalnya ibu dari dulu penasaran banget ama rokok” katanya. Aku tak bias menolak dan memberinya satu batang. Dia cukup mahir dan menikmatinya, dan akupun bertanya “ ibu kok kaya yang pernah merokok?”. “ dulu ibu memang pernah merokok” jawabnya.
Aku yang terus memandang belahan dadanya yang terlihat lekukan nya karena kaosnya yang tipis dan basah. Entah kenapa bias-bisanya aku berkat “bu baju ibu basah, buka bu soalnya gak baik buat kesehatan kalo pke baju basah!”. Bu Habi terdiam dan menjawab “ benar juga ya, tapi ibu mau pulang dulu ganti baju!”. Ketika dia beranjak,entah kenapa aku memegang tangannya dan meraihnya sehingga dia terjatuh di atas pahaku yang hanya pake boxer saja. Adia kaget dan berkata “kenapa zul, ada apa?”. Aku bingung dan tiba-tiba menjawab “bu, aku suka sama ibu, sebentar bu aku ingin memeluk ibu!”
“kenapa kamu zul?” jawabnya kaget
“bu sebentar aja bu sebentar!” jawabku tegas
Kemudian dia terdiam saja, dan akupun mulai memegang perutnya yang langsing tapi berisi.
Dia mulai bergerak dan memberontak, tapi aku terus menerus memohon dan sampai akhirnya berkata “bu aku pengen ibu jadi istri aku, aku suka sama ibu, aku cinta sama ibu!”
“tapi ibu kan udah bersuami, lagian kamu bisa kan menikah sama wanita lain yang masih muda!” sahutnya sambil masih mkemberontak.
“nggak bu aku ingin sama ibu” jawabku
“kamu ini apa-apaan, lepasin ibu zul ibu mohon, kalau kamu mau ngapa-ngapain ibu jangan gini caranya” mohonnya.
“bu kali ini aja bu!” mohonku juga.
“ya udah lepasin dulu zul!”
Kemudian aku melepaskan tapi tetap memegang erat tangannya.
“kenapa kamu ini, ibu ini guru kamu, dan ibu udah bersuami, bagaimana kalo ada orang yang lihat?” serunya
“tapi aku terangsang dan terus kepikiran saat kejadian di rumah kosong itu bu,aku mohon skali ini aja bu?” mohonku
Kemudian ibu Habi megeluarkan kunci di sakunya yang ternyata adalah kunci ruangan sebelah dan berkata “ini kunci ruangan sebelah, kamu buka ya!” suruhnya
Aku yang tengah diselimuti hasrat yang menggelora pun tanpa piker panjang langsung mengambil kunci dan menggusur paksa ibu Habi ke ruangan sebelah. Aku buka ruangan tersebut dan memang disana ada sofa tempat penerimaan para tamu. Kemudian bu Habi berkata “ zul kamu bawa sandal ibu dan punya kamu masukan kesini!”
Mendengar perkataan seperti itu akupun mulai dapat menangkap sinyal bahwa bu Habi memang member I respon, dan akupun memenuhi perintahnya. Kemudian dia berkata lagi “zul pangku ibu!”
Akupun memangku dan memandang wajah ibu hajjah habibah seorang ustazah sekaligus guru ngajiku ini. Kemudian aku baringkan dia diatas sofa itu, diapun tersenyum
Akupun mulai memegang tangannya, namun kali ini tidak erat melainkan lebih lembut dan sangat lembut, dia pun hanya tersenyum penuh arti.
“zul jangan terlalu jauh ya!” perintahnya
“maksud ibu?” tanyaku
“kamu boleh menyentuh ibu tapi jangan terlalu jauh apalagi melakukan itu ya zul, ibu ini kan gurumu dan ibu juga udah brsuami, kamu tahu kan?!” pinta ibu Habi memelas
“iya bu, saya mengerti.” Jawabku sambil pelan-pelan memasukan tanganku kedalam baju kaosnya yang tipis itu. Dia hanya terpaku saat aku perlakukan seperti itu, sepertinya dia pun mulai merasakan hasrat yang sama pada diriku. Terasa hangat perutnya yang halus, kemudian aku naikkan pergerakan tanganku keatas menuju payudaranya yang lumayan besar dan masih kencang.tangan kiriku mengelus-elus pantatnya yang masih terbungkus sarungnya yang basah itu. Bu Habi hanya terdiam sambil mendesah pelan. “hssssshhhh” desahan kecilnya smakin membuatku gelisah.
“pelan-pelan zul” bisiknya.
“ya mami.”sahutku
Tiba-tiba terdengar suara adzan, seketika aku menghentikan gerakanku dan berdiam sejenak sampai akhirnya bu Habi memanggilku pelan “zul!”
Aku cemas sekali takutnya dengan suara adzan tersebut dia kembali sadar bahwa yang dia lakukan adalah salah.
“percepat zul, ibu takut orang-orang yang pada jumatan keburu pulang, ntar bapa mencari ibu!” katanya berbisik halus.
Aku hanya terpaku dan lega dengan omongannya. Akhirnya aku percepat gerakanku dan hanya seketika akupun berhasil membuka bajunya itu. Kini dia setengah telanjang. Terlihat sangat jelas dan indah sekali tubuh seorang ustazah ini, apyudaranya yang cukup besar dengan putingnya yang berwarna coklat. Aku elus-elus dan remas kedua belah payudara itu dengan penuh kenikmatan.

Tiba-tiba tangannya bergerak menuju celanaku dan seketika membuka risletingnya dan tanpa lama-lama tangganya telah ada didalam celana dalamku. Akupun senang karena dia juga menginginkan diriku.
“buka aja bu!” bisikku.
“punya kamu lebih gede daripada punya bapak” sahutnya
Aku seneng mendengar dia memuji kepunyaanku ini. Penisku semakin hangta karena sentuhan tangan suci seorang hajjah yang manis ini. Aku bantu bukakan celanaku sehingga dia bebas memainkan tnagnnya denagn penisku. Dia hanya tersenyum ketika aku ciumi bibirnya yang lumayan menyegarkan itu,sementara kakiku aku gesek-gesekan dengan betisnya yang lumayan besar. Aku sedot lidahnya yang mengandung banyak air liur, kemudian aku jilat giginya yang putih dan rapi itu. Kami saling meandang dan tersenyum manis, sesekali aku goda dia mengenai suaminya agar hasrat kami semakin menggelo.
“bu gmana kalo pak Ahmad tau bu?” tanyaku sok perhatian.
“jangan dong sayang, ntar ibu ribet!”Perintahnya memelas
“enak bu?” tanyaku.
“ahh terusin aja zul terus!” suruhnya sambil terus mendesah pelan.
Akupun membaringkannya di sebuah sofa yang cukup besar itu sambil memandang matanya yang penuh makna kenikmatan.
“ibu mau nyepong aku ga?” tanyaku.
“bagaimana, ibu ga ngerti?” tanyanya heran
Wajarlah pikirku, dia adalah seorang ustazah, pasti g ngerti ama yang begituan.
“jilat dan emut kontol zul bu!” jelasku
“ah ngga ah, itu kan jijik zul?” jawabnya takut.
“sini bu aku contohin!” kataku.
Kemudian aku pelorotin sarungnya yang basah itu. Memang sih dia sempat menolak karena sesuai perjanjiannya tadi.
“jangan zul, kan kamu dah janji ga bakalan berlebihan!”
“ibu kan pengen tau kalo dalam bercinta itu tak ada yang jijik ataupun jorok.”
Dia pun membiarkan aku mengupas bungkus mahkotanya, dan WAHHHH …kagumku dalam hati saat melihat vaginaya yang sangat indah itu. Memang sih dulu jg aku pernah lihat tp hanya sekilas dan gak begitu jelas. Lalu aku mulai megelus-elus liang surga ibu hajjah itu dengan lembut. Kumassukan jari tengahku kedalam memeknya yang sudah basah dari tadi, aku pun terus memperhatikan wajah ibu itu yang menahan rasa super nikmat campur gelinya itu sambil memejamkan matanya. Aku lepaskan pegangan tangannya terhadapat kontolku, instan dia pun heran. Dia memandangiku yang mendekatkan wajahku kepada memeknya.
“ngapain zul?
“inikah bu yang ibu sebut jijik?” sahutku sambil mencium dan menjilat vaginanya yang telah basah dipenuhi cairan kenikmatannya.
“ahhh…zul ahhh..geli zul”
Istri ustad itu terus mendesah, dan sepertinya baru kali ini dia mendapatkan kenikmatan yang luar biasa.
“nikmat zul,,terus sayang teruskan!”
Saking hebatnya kenikmatan yang dia rasakan sampai-sampai dia merenggut rambutku yang lumayan jabrig. Aku tak peduli, aku jilat terus sampai dia tanpa sadar telah berteriak kencang saking nikmatnya. Akupun menyadarkannya karena takut ada yang datang dan memergoki kami.
Diapun sadar dan malu tersipu seraya berkata “kamu sih pinter banget memberi kenikmatan sama mamah.”
“iya dong mamah”
Entah kenapa dia ingin aku sebut mamah, mungkin karena dia ingin aku terus memanjakannya.
“mah sekarang bagian maha dong!”
“tapi gimana caranya, mamah g bisa?”
“cobain aja mah!” perintahku.
Kemudian diapun mulai melakukan hal yang aku perintahkan,
Ternyata dia langsung membuatku kejang denagn jilatannya.
“ko asin gini rasanya zul?”tanyanya heran.
“udah ga apa-apa ko mah, masukin dong kontolnya ke mulut mamah!”
Lalu dia memasukan penisku kedalam bibir tipisnya.
Ahhh g kuat banget, geli campur nikmat.
Penagalamn seks pertamaku ternyata dengan seorang wanita alim, dan luar biasa.
Selang beberapa menit aku naikkan kepala bu Habi da merubah posisi, membaringkannya di sofa, kemudian aku mulai membukakan celana. Nemun, ketika aku hendak melorotkan celanaku, tiba-tiba terdengar suara laki-laki keras memanggil nama ibu Habi.
“bu..bu..buu?”teriak laki-laki itu.
Akupun langsung membenarkan celanaku dan merlihat keluar. Ternyata lelaki itu adalah pak Ahmad, suami ibu Habi yang tengah aku senggamai. Akupun keluar menghampiri pak ahmad pura-pura bangun tidur.
“zul, kamu ga jumata?” tanyanya?
“aduh pak, saya ketiduran,!” jawabku
“kamu lihat ibu ga?”
“nggak pak, dari tadi juga belum lihat, memang ada apa ya?”tanyaku.
“bapak disuruh mengisi acara pengajian di rt 03,”
“oh gimana ya pak, soalnya saya ga tau sih pak.” Jawabku sok bingung
“ ya udah bapak titipin aja kunci sama kamu, ntar kalo ketemu bilangin sama ibu ya,sekalian kalo anak-anak pulang,kasih aja kuncinya!”
“baik pak”jawabku
Kemudian aku terima kunci dan pak Ahmad pergi karena ditunggu oleh seseorang dijalan.
Aku berbalik ke arah pintu dan terlihat disela-sela pintuitu ibu Habi mengintip sambil tertawa lega. Akupun lega plus senang, kemudian aku masuk dan memeliuk bu Habi dan menciumi apapun yang ada pada diri guru ngajiku dulu itu. Kami saling memandang dan tersenyum, sampai akhirnya aku memeri sinyal untuk melanjutkan kegiatan kami ini.
“mamah takut lho zul, kaget banget!”
“udahlah bu, mending terusin ronde kedua kita!” ajakku.
Kami pun tertawa senang dan saling berpelukan. Kinikami telah telanjang bulat, aku menindihnya dan terus menciumi bibir, pipi, kening, telinga, sampai ketiak pun aku jilat dan cium. Kemudian ketika dia menghayati kenikmatan itu sambil memejamkan matanya, aku mengarahkan kontolku yang telah sangat keras ini ke arah memeknya yang terus basah.
Tiba-tiba dia kaget dan menyentakku “ ngapain kamu zul? Jangan zul jangan, ibu mohon jangan!”
Aku tidak menjawab, tapi terus mencoba mengebor vaginanya sampai akhirnya dia dia diam seraya batangku masuk dan luput di vaginanya yang memang telah terbuka dari tadi. Aku terus mengocokkan kontolku secara beraturan,pelan cepat pelan cepat, begitu seterusnya kami lakukan hampir 25 menit sampai-sampai ibu Habi hampir tak kuat untuk menahan kenikmatan hebat ini. Beberapa menit kemudian kami berhasil sampai pada puncak.
“mah aku ah mau keluar nih, aku keluarin di dalam aja ya mah?” pintaku
“terseha kamu aja, mamh udah beberapa kali keluar,” jawabnya
“y udah aku ledakin di rahim ibu aja ya,moga jadi anak kita ya bu!”
“ya amin” jawabnya asal

Aku sangat bahagia sekali, karena aku berhasil menaklukan wanita dan menjinakkannya untuk memenuhi hawa nafsuku. Kami pun mulai membereskan baju dan tempat, aku membsahi bajuku denagn air bekas cucian buHabi agar tidak ada bau sperma, kemudian kami pun keluar pelan-pelan.
Esoknya aku disuruh datang ke rumahnya untuk mengurus surat yang kemarin. Aku sering curi pandang dengan dia. Kemudian ketika aku menumpang buang air, bu Habi menghampiriku dan mencium bibirku di kamar mandi rumahnya sendiri sambil berbisik “malam kamis depan anter ibu ke ondangan!”
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Malam kamis pun tiba, sesuai janjiku aku mengantar ibu Habi ke undangan, tapi ternyata kami tidak ke undangan melainkan ke sebuah villa milik ayahnya di desa sebelah. Kami pun bercinta lagi, lagi dan lagi.
Kami hampir melakukan hubungan gelap ini setiap minggu sekali. Hingga akhirnya 10 bulan kemudian aku mengantar ibu Habi ke puskesmas untuk bersalin. Anaknya perempuan dan cantik sekali. Seminggu kemudian aku mendapat sms darinya yang berisi “anakmu cantik ya?”
Aku cuman bisa tersenyum, danberharap bisa menikmati tubuh bu Habi yang indah itu lagi. Kini ibu Habi masih tetap aktif di pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya, tp dia juga masih aktif dalam kegiatan bersamaku di surga dunia.

"Nggak, Mbak Surti. Baru juga selesai keliling. Duduk dulu Mbak, aku mandi sebentar" sahut Jamal, salesman keliling yang setiap mampir ke kota ini selalu memanggilku untuk memijatnya. Ini kali yang keempat aku dipanggilnya. Jamal masuk ke kamar mandi sementara aku duduk di kursi melepas penat. Kuseka sekitar leher yang berkeringat, kurapikan baju dan rok. Tak lama kemudian Jamal keluar berbalut handuk. Tinggi tubuhnya sekitar 170 cm lumayan kekar dan berotot.


"Saya permisi cuci tangan ya, Mas," pintaku sambil menuju ke kamar mandi.

"Silahkan, Mbak."

Selesai cuci tangan kudapati Jamal sudah tengkurap di ranjang tanpa melepas handuknya. Aku mendekat ke bagian kakinya.

"Tumben pakai handuk, Mas?" Tanyaku. Biasanya Jamal pakai celana pendek atau CD.

"Anu Mbak, celanaku kotor semua. Tiga hari keliling belum sempat nyuci Eee, biar lebih gampang mijatnya, naik ke ranjang aja, Mbak" kata Jamal.
Ranjangnya memang agak besar sehingga susah dapat memijat dengan enak kalau tidak naik. Aku naik ke ranjang dan berlutut di kiri Jamal. Mulai memijat telapak kaki, terus naik ke arah betis hingga paha. Ikatan handuk Jamal yang agak kencang menutupi paha agak menyulitkan memijat bagian itu.

"Maaf Mas, handuknya tolong dilonggarkan"
Jamal mengangkat perutnya dan membuka simpul handuknya sehingga handuk itu sekarang jadi longgar bahkan disisihkannya ke samping kiri-kanan hingga seperti selimut yang menutup pantat. Aku dapat merasakan di balik handuk itu tidak ada apa-apa lagi yang dikenakan Jamal. Jantungku, janda 40 tahunan ini, jadi berdegup agak keras. Tapi aku coba tidak berpikir buruk karena pernah tiga kali memijat Jamal dan pria itu selalu sopan. Agak hati-hati kupijat bagian paha dan pantatnya. Beberapa kali handuk itu tergeser sampai kadang-kadang tak mampu lagi menutupi. Beberapa kali pula kubetulkan letaknya namun sempat pula terlihat pantat Jamal, bahkan ceruk hitam di antara pangkal pahanya. Dadaku jadi berdesir. Bagian pantat ke bawah selesai, lalu kupijit bagian pinggang ke atas. Ia menggeser lututnya.

"Kelihatannya cape sekali, Mas?" sapaku mencairkan suasana diam.

"Iya Mbak. Sudah cape keliling, ordernya tambah sedikit aja. Dagangan sekarang lagi sepi Mbak," jawab Jamal.
"Dagangan batik, Mbak sendiri gimana?"

"Sama saja, Mas. Sepi banget. Kalau nggak sepi nggak bakalan saya jadi tukang pijit"

"Tapi pijitan Mbak enak lho"

"Ala Mas ini menghina. Saya kan cuma belajar dari teman-teman"

"Bener lo Mbak, kalau nggak masak aku jadi langganan Mbak Kalau malam sampai jam berapa, Mbak?"

"Saya nggak terima pijit malam Mas. Pokoknya sebelum maghrib sudah harus sampai rumah. Saya nggak mau anak-anak saya tahu pekerjaan sampingan ibunya. Mereka hanya tahu saya jualan batik di pasar"

"Ooo kenapa mesti malu, Mbak?"

"Saya sih nggak malu, tapi kasihan kan kalau anak-anak saya ketahuan teman-temannya punya ibu tukang pijit? Sudah, sekarang balik Mas"

Jamal memutar tubuhnya, tentu saja handuknya ikut terlibat pantatnya sehingga nampaklah bagian depannya yang polos. Beberapa saat sempat kulihat zakar Jamal yang mulai tegang. Buru-buru kubantu Jamal menutupinya, namun tetap saja tonjolan itu membentuk pemandangan yang bikin dadaku berdesir. Bagaimana pun aku tetap wanita yang beberapa tahun silam pernah melihat hal demikian pada diri suamiku yang telah tiada. Dadaku berdegup semakin cepat, tubuhku agak gemetar. Buru-buru kukonsentrasikan pijatan pada kaki Jamal.

"Maaf, Mbak, adikku nggak mau tidur. Kalau lagi dipijat wanita memang selalu gitu sih Mbak"

"Ah, nggak apa, Mas. Biasa laki-laki" Aku coba bergurau.
Pemandangan demikian buat tukang pijit perempuan memang bukan hal aneh lagi. Malah kadang beberapa pria yang sudah tak bisa menahan nafsu memegang tanganku dan menempelkan pada batangannya. Tapi dengan halus aku berusaha mengelak. Satu dua kali kuremas benda di balik celana dalam itu tapi setelah itu kulepaskan lagi.

"Waktu mijit apa pernah dijahilin laki-laki Mbak?"

"Kadang-kadang ada sih Mas laki-laki yang nakal"

"Nakal gimana, Mbak?"

"Yah, maunya tidak sekedar dipijit tapi juga mijit hihihi"

"Lalu Mbak juga mau hehehe..?"

"Ah, enggaklah Mas, nggak baik. Takut"

"Apa ada yang pernah maksa Mbak?"

"Iya sih, kasar sekali orang itu. Aku dipeluk-peluknya Ya aku marah dong"

"Apa dia sampai meng anu Mbak?"

"Nggak sampailah, Mas Saya buru-buru keluar kamar"

Pijitanku sampai ke paha Jamal. Mau tak mau bagian handuk yang menonjol itu selalu terpampang di depan mataku. Malah kadang tonjolan itu seperti sengaja digerak-gerakkan Jamal. Lebih-lebih sewaktu tanganku bergerak di sekitar paha dalamnya dan mengenai rambut-rambut lebat di situ.

"Ufhh maaf, ya Mbak terus terang aku jadi terangsang lo setiap dipijit Mbak, Adikku jadi bangun terus" Jamal berterus terang tapi dengan nada bergurau.
Hal ini membuatku tersenyum. Aku percaya pria ini tidak bakal berbuat macam-macam, toh sudah tiga kali kupijat tanpa kejadian luar biasa.

"Nggak apa, Mas. Asal bisa menahan diri saja. Eh, maaf" tanpa sengaja tanganku menyenggol telur dan sebagian penis Jamal sehingga pria itu mendesis sambil mengangkat pantat dan menegakkan adiknya sehingga handuknya tergelincir ke arah perut. Batang keras kaku itu segera saja membuat mataku agak terbelalak karena ukuran panjang dan besarnya yang agak luar biasa. Mungkin sekitar 20 cm dengan diameter 3 cm. Cepat kututup dengan handuk namun bayangan benda itu di benakku tak kunjung hilang.

"Kalau aku nggak bisa nahan diri gimana, Mbak?"

"Jangan bikin saya takut ah, Mas" Aku menekan dada Jamal dan mulai memijat ke arah pundak. Mata kami bertatapan dan Jamal tersenyum. Aku buru-buru menunduk.

"Sebenarnya Mbak nggak cocok jadi tukang pijit lo"

"Kan sudah saya bilang ini terpaksa Mas, karena dagang batik tambah sepi"

"Eh, Mbak, aku tanya serius nih, tapi maaf ya sebelumnya"

"Tanya apa Mas?"

"Kalau Mbak lagi mijit laki-laki yang sedang terangsang kayak aku gini, apa Mbak nggak ikut terangsang?"

"Ah eh oh Mas ini kok tanya itu sih"

"Aku serius pingin tahu lho Mbak Soalnya Mbak kan juga wanita yang masih butuh seks kan? Apalagi Mbak sudah menjanda beberapa tahun"

"Sudah ah Mas, jangan tanya soal itu"

"Jujur sajalah Mbak Aku nggak yakin Mbak sudah mati rasa sama seks. Iya kan?" Aku diam saja, cuma pipiku terasa panas. Pijatanku di bagian dada jadi melemah dan tanganku bergeser turun ke perut Jamal.

"Iya kan, Mbak?" Mendadak Jamal semakin berani dengan memegang kedua tanganku yang sedang memijit perutnya. Kuangkat kepala dan coba menentang tatapan Jamal sambil berusaha menarik tangannya. Tapi pegangan Jamal begitu kuat, jadi aku pilih diam.

"Akh aku malu Mas.."

"Malu kenapa Mbak?"

"Masak soal gituan dibicarakan sama Mas?"

"Nggak apa kan Mbak. Kita kan sudah sama-sama dewasa." Jamal tetap memegangi tangan. Aku diam saja dengan wajah menunduk. Pada dasarnya aku memang pemalu.

"Mbak lihat sini dong"

"Kenapa, Mas?"

"Terus terang nih ya, aku pingin memeluk Mbak, boleh nggak?"

Aku terjengak mendengar permintaan Jamal. Tak mampu bersuara. Perlahan Jamal bangun dan duduk mendekatiku, dipegangnya punggungku.
Katanya, "Sudah sejak pertama ketemu dulu aku ingin sekali memeluk. Boleh kan, Mbak?"
Tanpa menunggu jawaban, Jamal semakin kuat memeluk punggungku dan menarik ke arah dirinya. Aku yang dalam posisi bersedeku jadi kurang kuat bertahan sehingga mau tak mau tubuhku tertarik ke tubuh Jamal. Hanya tanganku saja yang coba menahan supaya tubuh tidak terhempas ke tubuh Jamal.

"Jangan, Mas" Tapi aku tak berdaya menahan ambruk tubuhku ketika Jamal kembali menjatuhkan tubuhnya ke ranjang sambil tetap memeluk. Tubuhku menimpa tubuhnya yang segera menguncikan pelukan ke tubuh sintalku tambah ketat. Wajah kami demikian dekat.

"Aku hanya ingin pelukan begini kok Mbak," Jamal berbisik dan ia memang tidak melakukan apa-apa lagi selain memeluk tubuhku di atasnya. Aku jadi bingung, mau berontak atau tidak?
"Ah, biarkan saja dulu, toh dia tidak melakukan apapun selain memeluk" pikirku sambil berusaha lebih santai. Toh aku pernah mengalami perlakukan lebih kasar dari ini. Aku pernah ditindih pria yang kupijat dan diremas-remas tetekku. Beberapa lagi malah memaksaku mengonani sampai pria itu terjelepak lemas setelah ejakulasi. Perlakuan Jamal yang sekarang ini hanya memelukku termasuk lembut. Entah kenapa dengan pria ini aku tak banyak memberontak. Apa karena aku diperlakukan dengan halus? Atau karena aku menyukai Jamal? Atau? Ah, tiba-tiba aku merasakan bibirku dingin karena menyentuh sesuatu. Kubuka mata dan ternyata Jamal tengah mencium bibirku.

Ufh aku segera menggelengkan kepala menghindari bibir Jamal. Namun bibir pria itu dengan gigih mengejar, bahkan tangan kanannya ikut membantu menahan kepalaku hingga tak bisa menggeleng lagi. Aku pilih mengatupkan mulut dan mata rapat-rapat ketika bibir Jamal menggerayangi. Lidah pria itu berupaya menerobos masuk, tapi kutahan dengan katupan gigi.

"Buka bibirnya dong, Mbak" bisik Jamal. Aku menggeleng sambil berusaha mendorong tubuhnya ke atas. Namun Jamal menahan tubuhku dengan kuat malah sekarang kakinya ikut melibat pahaku dan tubuhnya bangun mendorong tubuh kenyalku sampai terbalik. Sekarang gantian aku telentang sementara tubuh polos Jamal di atasku. Bibir Jamal terus memburu bibirku. Dengan posisi di bawah ruang gerakku semakin sempit. Kecapaian membuat perlawananku kendor.

"Jangan, Mas" bisikku lemah.

"Nggak apa-apa, Mbak, aku cuma ingin ciuman" Desis Jamal sambil bibirnya terus memaksa bibirku membuka, sementara lidahnya pun menembus katup gigiku. Rasa takut, malu, marah dan bingung melandaku. Aku takut Jamal memaksa, memperkosaku. Aku juga malu karena sebagai janda tidak seharusnya diperlakukan begini. Aku ingin marah namun tak berdaya dibanding tenaga Jamal. Aku jadi bingung mau bertindak apa. Dadaku yang membusung pun jadi sesak ditindih tubuh kekar Jamal. Dengan nafas agak memburu, aku akhirnya tak mampu lagi mempertahakan katupan gigi. Kubiarkan lidah Jamal menerobos menjilati langit-langit mulutku. Bibir kami berpagutan semakin ketat. Air liur dan ludah pun membanjir dan mau tak mau ada yang tertelan. Jamal benar-benar menggila dengan ciumannya. Sepuluh menit lebih ia mencium, menjilat, menyedot lidahku tanpa lepas. Akibatnya, aku jadi ikut terbawa iramanya. Aku yang janda ini lama-kelamaan ikut mengimbangi tingkah Jamal. Ya, aku yang melihat Jamal tidak melakukan hal lain kecuali mencium, akhirnya membalas ciuman hot Jamal.
"Ah, biarlah, toh Jamal hanya pingin berciuman. Tidak lebih" pikirku sambil lidahku memasuki rongga mulut Jamal, dan mendadak disedot dengan kuat oleh Jamal seperti hendak ditelan.aku jadi gelagapan.

Agak lama barulah Jamal melepaskan lidahku, lalu beralih menciumi sekujur wajahku. Dari mata, hidung, pipi, dahi, telinga, sekitar leher, dagu sampai akhirnya balik lagi ke bibir manisku. Selama setengah jam lebih aku hanya manda saja diciumi pria yang menurutku tidak berniat buruk ini. Ya, dibanding pria-pria lain yang pernah memaksaku, Jamal tergolong lembut. Dan entah kenapa, ada rasa suka dengannya. Apa karena kegantengannya, apa karena usianya yang masih muda, atau karena aku memang butuh sentuhan lelaki setelah beberapa tahun ini tak lagi kurasakan?Bahkan, aku hanya mendesah "Jangan, mas" ketika merasakan jemari Jamal mulai meremasi payudaraku yang masih menantang ini. Namun aku tak berusaha memberontak. Toh Jamal hanya meremas dari luar, pikirku. Sementara bibir pria itu terus melumati bibirku. Tangan itu terus bergerilya, satu persatu kancing bajuku dilepasnya.

"Jangan, mas" Desisku lagi tanpa menolak dengan serius.
Toh, aku masih pakai BH, pikirku. Ugh, BH itupun diremas tangan Jamal berkali-kali. Kadang membuatku sakit, namun juga memberi rasa lain yang nikmat. Mataku malah terpejam erat ketika jemari Jamal bergerilya di bawah BH dan menggapai putingku.
"Egh jangan, mas" Aduuh nikmatnya. Toh, dia hanya memainkan payudaraku, tak apa-apa, pikirku semakin menikmati. Aku justru hampir tak merasa ketika baju dan behaku sudah dilempar Jamal entah kemana.

Yang terasa kemudian adalah payudaraku kiri-kanan bergantian diremas dan dihisap Jamal. Digigit-gigit, dikemot, disedot, "dimakan", dimainkan putingnya oleh lidah yang lihai dan tubuhku semakin tergial-gial ketika perut pun ditelusuri lidah berbisa Jamal.
"Aduh, aku tak tahan. Tak apa, toh Jamal hanya menjilati perutku" pikirku lagi menerima perlakuan nikmat itu.
Malah tanganku kini ikut meremasi kepala Jamal yang terus turun dan turun mencapai pusarku. Menjilati pusarku yang berlubang kecil, kemudian meluncur turun lagi, membuat geli sekaligus nikmat.

"Jangan, mas" lagi-lagi aku hanya mampu mendesiskan kata itu ketika terasa rok panjangku perlahan tertarik ke bawah.
Karet elastis di bagian perut tak mampu menahan tarikan itu, apalagi aku berpikir,
"Biar saja, toh aku masih pakai celana dalam"
Sekarang tinggal segitiga pengaman melekati tubuh polosku. Terasa pahaku dikangkangkan dan sesuatu terasa mengelus-elus daerah vitalku. Sesaat kemudian aku kembali merasa tubuhku ditindih Jamal yang menekan-nekankan penisnya ke CD-ku. Mulut kami berpagutan lagi. Tangan Jamal meremas-remas payudara lagi.
"Aduh aku tak tahan lagi" Kubalas perlakuannya yang liar dan aku tak mampu lagi mendesis, "Jangan, mas" ketika dengan cepat tangan Jamal menyabet CD hitamku dan melorotkannya ke bawah terus melepasnya dari kakiku.

Lalu sejurus kemudian kurasakan sesuatu yang panjang besar memasuki gua garbaku. Mula-mula perlahan dan agak sulit, menyakitkan. Namun lama-lama semakin dalam, lalu semakin cepat dan cepat keluar masuk, naik turun. Disertai lonjakan-lonjakan tubuh kekar di atasku yang memaksa pahaku terkangkang selebar-lebarnya. Rasa sakit pun berubah jadi nikmat.

Aku lupa segalanya, tak ingat siapa pria yang sedang menyetubuhiku. Jamal, salesman keliling, yang katanya berasal dari Bandung kubiarkan menyebadani, menggauli, menyenggamai, menembus, mengocok dan menggumuli tubuhku. Aku terlena dan yang ada hanya rasa nikmat yang harus kunikmati sepuasnya. Mumpung ada kesempatan, mumpung ada yang memberi, mumpung aku butuh, mumpung aku haus, mumpung ada yang memuasiku. Tubuhku masih butuh seks, libidoku masih tinggi, bibirku masih butuh diciumi, payudaraku butuh disedot-sedot, vulvaku butuh penis yang tegar panjang perkasa. Aku masih punya nafsu seks yang harus dipenuhi. Aku tak mau hidup gersang.

Dan, aku pun masih bisa orgasme ketika hunjaman zakar Jamal yang bertubi-tubi mencapai klimaks. Genjotan pantatnya begitu kuat membuat penis itu terbenam dalam-dalam di vulvaku yang sempit. Nikmat bertemu nikmat dan jreet jreet jreet kurasakan sperma Jamal menyemprot, sementara hampir bersamaan aku cepat-cepat menggamit paha Jamal sambil mengejan menumpahkan mani. Tubuh kami terkejang-kejang kelojotan sambil mengejan menggelegakkan sperma dan mani bertubi-tubi. Kedua kelamin kami yang bertemu saling berdenyut-denyut, meninggalkan kesan mendalam sehingga kami lama tidak melepaskannya. Kubiarkan burung Jamal itu tetap mendekam di sarangku meski lendir membasahi di mana-mana.

"Maaf ya, mbak, aku lupa diri," bisik Jamal.
Aku diam memejam, nafasku tersengal-sengal menahan beban tubuh polos di atasku. Sementara penis Jamal masih terbenam, aku hanya bisa kangkangkan paha dan merasakan denyut-denyutnya yang masih tersisa.

"Mengapa ini terjadi?"
Aku membatin tak habis mengerti bagaimana persetubuhan ini berlangsung begitu saja, padahal selama jadi pemijat aku selalu menghindarinya. Ya, selama ini ada cap bahwa setiap wanita pemijat pasti bisa diajak main seks. Aku berusaha keras menepis sebutan itu, namun akhirnya bobol juga hari ini. Justru dengan Jamal, pria yang sudah jadi langganan.
"Kalau sudah begini, apa bedanya aku dengan pelacur?"

Aku masih terbengong-bengong dengan pemikiranku, ketika kembali terasa tubuh Jamal menekan-nekanku. Zakar pria itu pun kembali membesar panjang mengaduk-aduk vulvaku. Ya, ternyata Jamal dengan cepat bangkit birahiya lagi dan bangunlah "adik"nya yang perkasa itu, kembali menikam-nikamku yang perlahan-lahan kembali terbawa arus kenikmatan. Malah ikut mengerang ketika nikmat bersebadan itu menyeruak di vaginaku. Tak ingat lagi, apakah aku pelacur atau bukan. Yang penting saat ini aku butuh nikmat! Persenggamaan pun terulang lagi, kali ini malah lebih lama. Hampir satu jam Jamal menusuk-nusukku, menghunjamiku dengan super torpedonya. Kadang pantatku diangkatnya atau aku yang mengangkatnya secara refleks karena terbawa nikmat tiada tara setelah beberapa tahun aku tak merasakannya. Sepertinya aku ingin memuntahkan seluruh kerinduan persetubuhan.

Aku kembali menggapit paha Jamal, ini kali yang ketiga aku orgasme. Tubuhku mengejang terlonjak-lonjak. Jamal sendiri memang tahan lama dan baru beberapa menit kemudian melenguh mengeluarkan energi terakhirnya menyemprotkan sperma. Sampai kurasakan hangat cairan itu memasuki perut. Kami benar-benar habis-habisan. Untuk berdiri pun harus menunggu beberapa menit setelah deru nafas mereda.

Jam enam kurang sedikit kutinggalkan hotel Melati. Jalanku seperti melayang, tak peduli dua lembar ratusan ribu yang baru saja masuk ke dompet, pemberian Jamal. Aku tak bisa menolak, tapi "Semoga Jamal tidak menganggapku pelacur murahan" pikirku.
"Kami melakukannya suka sama suka"
Kupanggil becak untuk mengantar ke rumah.

Itulah yang menjadi awal kisahku selanjutnya yang lebih mengejutkan karena aku kemudian terperosok ke jurang perzinahan yang lebih dalam dengan orang-orang yang semestinya kupeluk dengan kasih sayang. Namun, sebaliknya, justru merekalah yang akhirnya memelukku dengan nafsu.

*****

"Sampai malam begini, Laris bu?" sambut Bari, bungsuku yang kelas 3 SMU, ketika aku tiba di rumah.
"Lumayan" jawabku.
"Ini Ibu bawakan gorengan" kuberikan sebungkus makanan lalu terus berjalan ke kamar.
Banu, kakak Bari, mengangkat bungkusan batikku dan menaruhnya di atas lemari. Ia sudah empat bulan ini dipehaka dari pabrik sepatu di Tangerang bersama Basuki kakaknya. Jadilah tiga pemuda tanggung anakku sekarang jadi pengangguran dan kembali bergantung padaku di rumah. Ya, semuanya terjadi gara-gara krisis di negeri ini. Banyak perusahaan gulung tikar, pehaka terjadi dimana-mana. Cari pekerjaan pengganti juga sulit bukan main. Mau usaha sendiri, tak ada modal. Hanya kadang mereka jadi makelar jual-beli motor tapi inipun hasilnya cuma cukup buat jajan.

Seusai mandi dan makan, aku ingin cepat-cepat tidur. Tubuh cape sekali setelah tadi bertempur habis-habisan dengan Jamal di Hotel Melati.
"Ibu tidur dulu ya" kataku pada ketiga anakku yang sedang asyik main kartu.
Aku masuk ke kamar belakang. Rumah itu memang hanya memiliki dua kamar. Sejak dua anakku dipehaka maka satu kamar depan untuk Banu dan Basuki dan satunya di belakang untukku dan Bari. Kumatikan lampu lalu kubaringkan diri melepas penat.

Bayangan pergumulanku dengan Jamal ternyata tak kunjung hilang dari benak. Setengahnya ada rasa penyesalan, namun sebagian lain justru rasa nikmat itu terus bergelenyar di dadaku, di peruku, di kulitku, di vulvaku. Tak lama kemudian aku pun terlelap, ada seulas senyum di bibirku. Akankah di mimpi aku berjumpa Jamal lagi?

Ya, ternyata harapanku jadi kenyataan. Jamal muncul lagi di mimpiku. Kami bercumbu bagai sepasang kekasih yang lama tak bertemu. Tubuh telanjangku dibaringkannya di ranjang, kemudian dia merangkak di atasku. Menjilati sekujur tubuh dari perut naik terus hingga bibirku dan akhirnya agh, terasa sesuatu menusuk bawah perutku dengan keras dan tubuhku ditekannya dengan keras. Tubuhnya terasa semakin berat, berat, berat dan argghh!
Aku terbangun, dan.. mendapati sesosok tubuh sedang menindihku. Kurasakan selangkanganku telah ngangkang dan sesuatu memasukinya. Kubuka mata memperhatikan dan dalam sinar lampu yang masuk dari ventilasi terlihat Bari sedang menyetubuhiku! Gila!!

"Bar! Bari! Ini aku, ibumu, Bar!" protesku pada bungsuku yang masih 18 tahun sambil mendorong tubuhnya sampai terjengkang ke luar ranjang. Sekilas terasa penisnya yang tegang keluar dari vaginaku. Aku segera duduk di ranjang dan kututup tubuh telanjangku dengan selimut sambil memperhatikan Bari yang nampak ketakutan.

"Kenapa kau lakukan ini, Bar?" tanyaku emosi.

"Ttt ta tadi Ibu sendiri yang mulai"

"Apa? Ibu yang mulai?!" aku tambah sewot tapi tidak berani teriak keras-keras takut dua anakku yang lain terbangun.

"Bukankah Ibu tadi sudah tidur?"

"I..iya Bu tapi Ibu seperti mengigau lalu memelukku" bisik Bari.
Aku yang mendengar penjelasannya jadi mendelong. Sekilas aku ingat mimpiku bersama Jamal.

"Ibu terus memelukku dan ak aku jadi terangsang, bu.." Bari terus terang sambil menunduk. Sementara aku masih bertanya-tanya benarkah itu?

"Ceritakan apa yang sudah kulakukan padamu, Bar?" Sambil kutarik tangannya ke atas ranjang. Bari menurut sambil menutupi penisnya dengan sarungnya. Kududukkan ia di sebelahku.

"Waktu aku tidur, kudengar Ibu mengigau seperti orang gelisah dan tubuh Ibu bergerak-gerak. Lalu mendadak Ibu memelukku dan" Bari diam, aku pingin tahu kelanjutannya.

"Lalu?"

"Ibu menciumi aku"

"Apa benar?"

"Sumpah, bu." Jawabnya, membuatku jadi salah tingkah.

"Sebenarnya aku sudah berusaha membangunkan Ibu tapi gagal. Malah aku jadi terangsang Apalagi daster Ibu juga tak karuan lagi letaknya sampai paha Ibu terbuka"

"Aku tambah terangsang waktu tersenggol payudara Ibu berkali-kali dan terangsang untuk meremasnya Aku tambah berani ketika Ibu hanya mendesis waktu kuremas, sampai akhirnya pelan-pelan, maaf, Ibu kutelanjangi. Maaf Bu, nafsuku, sudah sampai ke kepala sampai aku menyetubuhi Ibu" cerita Bari sambil menunduk.

Aku terdiam, tak percaya apa yang kulakukan di dalam mimpi ternyata jadi kenyataan. Sialnya, aku telah bersetubuh dengan darah dagingku sendiri. Akhirnya akupun menerima penjelasan Bari.
"Baiklah, Bari. Ini jadi rahasia kita berdua saja. Sekarang tidurlah kembali," pesanku.
Bari segera melingkar di bawah sarungnya.

Akupun kembali berbaring sambil berselimut. Kami berdiam diri saling memunggungi. Begitu mengejutkan peristiwa tadi sampai aku tak ingat untuk memakai dasterku lagi yang entah dilempar kemana. Begitu pula Bari hanya bertelanjang di dalam sarungnya. Namun rasa capai mempercepat tidurku. Dan, mungkin, inilah salahku karena menganggap sepele peristiwa ini. Aku menganggap ini peristiwa kecil dan sudah berakhir, namun tidak demikian dengan Bari. Pemuda tanggung ini ternyata tetap memendam hasrat. Kuceritakan yang berikut ini berdasarkan pengakuannya setelah segala sesuatunya terjadi.

Malam masih panjang. Aku telah tidur kembali. Sementara itu, Bari justru tetap nyalang matanya. Tak ada lagi kantuk di benaknya. Yang ada justru ingatan bagaimana tadi dia baru saja menyetubuhi ibunya. Sayang, belum tuntas. Namun, kesempatan itu kayaknya masih terbuka, karena tubuh yang barusan digelutinya itu masih tergolek di sisinya. Telanjang dan hanya berselimut lurik. Andai saja selimut itu bisa dilepas, pasti bisa tuntas hasratku, pikir Bari.

Setelah terdengar dengkur halus ibunya, Bari mulai berani membalikkan tubuhnya sampai telentang. Diliriknya tubuh di samping kirinya dan tubuh Bari bergetar ketika melihat sebagian punggung atas ibunya tidak tertutup selimut. Sementara kain sarungnya sendiri yang hanya menutupi sekitar perut dan paha tak mampu menyembunyikan gejolak syahwat yang membuat zakarnya tegang berdiri. Dengan tak sabar dilemparnya sarung ke bawah ranjang hingga dirinya bugil, lalu perlahan berguling lagi sampai ia kini menghadap punggung ibunya. Didekatinya tubuh bungkuk udang ibunya dari belakang sampai bau wanita itu tercium kian merangsangnyaIngatannya saat bagaimana dia meremas tetek ibunya tadi membuatnya berani menarik ke bawah selimut yang menutupi punggung mulus itu. Perlahan punggung itu sekarang terbuka sampai ke pinggang dan otomatis pasti bagian depannya pun terbuka polos pula. Teringat bagaimana tadi ia memeluk ibunya, perlahan Bari melingkarkan tangan memeluk ibunya dan merapatkan zakar ke pantatnya. Kulit dadanya bertemu kulit punggung ibunya, tangan kanannya memeluk perut ibunya dan perlahan jemarinya merambat ke atas. Menggapai dua gunung kembar yang membusung itu.

Sementara itu kaki Bari tak tinggal diam membantu menarik selimut ibunya ke bawah. Terus ke bawah sampai paha-paha mulus gempal itu tak tertutup lagi. Maka bugillah kedua ibu dan anak itu. Tidur berdekapan. Satu terlelap, satunya bernafsu.

Tak sabar, Bari mulai mengelus dan meremas pelan payudara montok mulus itu. Tangannya agak gemetar ketika menyentuh puting dengan ibu jari dan telunjuknya. Ditempelkan zakar ke pantat ibunya yang cukup besar. Dibiarkannya posisi itu bertahan hampir 30 menit. Dan ketika ibunya tetap lelap tertidur, Bari semakin berani. Sambil pura-pura menggeliat, perlahan ditariknya bahu dan paha ibunya sampai tubuh wanita itu telentang. Kemudian dengan penuh nafsu buah dada yang menggunduk itu dijilatinya. Dikuaknya selangkangan si ibu lalu perlahan mengarahkan zakar ke gua nikmat itu. Tak mau gegabah dan terlalu kasar seperti tadi, kini Bari melakukannya dengan halus.

"Bleess" ditancapkan zakar dalam-dalam ke vagina ibunya lalu pantatnya diam. Tidak menekan terlalu keras. Malah lidahnya mulai menyusuri tetek dan dada ibunya sampai mencapai bibir dan menciuminya sambil tangannya meremasi susu montok itu. Aneh benar, Surti, ibunya, tetap tertidur, seolah tak merasakan apa-apa. Mungkin ia terlalu penat karena cape bergelut dengan Jamal tadi siang dan tidur yang terpotong barusan.

"Eeehhghh.." Surti mendesis lirih ketika lidah Bari memasuki mulutnya, namun matanya tetap terpejam. Hanya tubuhnya saja bergeser kecil dan Bari memberinya ruang dengan sedikit mengangkat badannya sehingga tidak terlalu memberati Surti. Setelah ibunya tenang, kembali Bari menumpangkan badan di atas tubuh bugil Surti. Perlahan ia mulai memompakan zakarnya.
"Shleeb.. shlebb.. jleeb.. jleebb.." berhenti lalu sambil menekankan zakarnya di kemutnya puting Surti.

"Egghh eggh..," desis Surti sambil menggerakkan tubuhnya sedikit namun tetap tidur.
Anehnya lagi, Bari merasa zakarnya seperti ada yang menghisap-hisap. Nikmaat dan membuatnya cepat mencapai puncak. Buru-buru Bari memompa lagi cepat-cepat, dan kini ia tak peduli kalau ibunya bakal bangun karena gerakan kasarnya.

"Heeh.. heeh.. heeh.." nafas Bari memburu ketika ia menggerakkan pantatnya dengan gencar naik turun keluar masuk menusuk-nusuk lahan Surti sambil memeluki ketat tubuh ibunya itu dan mencium ketat bibirnya yang menggairahkan. Otomatis diperlakukan demikian Surti terbangun, namun terlambat Dalam keadaan belum sadar benar, mendadak Surti merasakan tubuh di atasnya mengejang-ngejang belasan kali dan terasa semprotan-semprotan sperma di rahimnya. Barulah tubuh itu terjelepak layu menindihnya.

Surti segera mendorong tubuh itu dan ia segera sadar bahwa Bari telah berhasil menuntaskan nafsu di atas tubuhnya.

"Ooh Bari.. Bari kenapa kamu tega menodai ibu?" ratap Surti sambil menangis dan memukuli tubuh Bari yang hanya diam membisu memunggunginya. Beruntung suasana kamar gelap sehingga mereka tidak dapat melihat kondisi masing-masing. Bayangkan betapa malu bila mereka saling bertatapan mata.

"Ma.. maafkan saya, bu. Sss..saya benar-benar khilaf tidak bisa menahan nafsu" jawab Bari lirih. Pelan ia berbalik dan menyelimuti tubuh telanjang Surti. Kemudian turun dari ranjang, memakai sarungnya dan melangkah keluar kamar. Dicarinya air dingin di dapur.

Surti sendiri dalam isak tangisnya kembali merebahkan diri. Tak tahu harus berbuat apa pada anak bungsunya itu. Mau dimarahi? Toh ini sudah terlanjur terjadi. Mau diusir dari rumah? Ia tak tega. Ia menyesali dirinya telah tertidur begitu pulas sampai tak merasa sedang disetubuhi anak kandungnya sendiri. Kenapa ia tadi begitu ceroboh dan menganggap sepele kejadian perkosaan yang pertama? Sampai tak memperhitungkan bahwa Bari ternyata nafsunya tetap berkobar-kobar. Pemuda seumur Bari memang sedang panas-panasnya. Nafsunya cepat naik. Apakah sebaiknya mereka tidak tidur seranjang? Bari biar tidur dengan kakaknya saja. Tapi ranjang kamar depan terlalu sempit untuk bertiga. Apakah ia perlu tukar tempat dengan Banu?

Namun setelah memikirkan bahwa Banu pun mungkin juga akan terangsang nafsunya bila tidur bersamanya (ini nampak dari bahasa tubuh Banu dan Basuki, si sulung, yang selama dirantau menurut dugaan Surti pasti pernah berhubungan dengan wanita) maka Surti memutuskan tetap tidur sekamar dengan Bari. Biarlah kejadian ini hanya kami berdua yang tahu, pikirnya. Setengahnya ia juga menyalahkan diri karena telah merangsang Bari secara tak sengaja ketika tadi mimpi bersetubuh dengan Jamal.

Sambil merenung-renung kejadian yang menimpa dirinya dan Bari, Surti mulai bisa memaklumi tindakan Bari. Ternyata anak bungsuku sudah dewasa dan mampu melakukan kewajibannya sebagai lelaki, bathinnya. Perlahan mata Surti kembali terkantuk-kantuk. Masih sekitar jam 2 dini hari. Sementara itu Bari yang usai minum air dingin duduk melamun di dapur, mengenang apa yang baru saja dilakukan atas tubuh ibunya. Barusan ia juga telah mencuci zakarnya dengan air dingin sampai benda lunak itu mengkerut lagi. Rasa kantuk yang menyerang membuatnya beranjak kembali ke kamar tidur.
"Biarlah kalau ibu mau marah lagi," pikirnya pasrah.

Perlahan Bari membuka pintu, masuk lalu menutupnya lagi. Ternyata Surti telah tidur kembali. Kali ini ia malah telentang dan lagi-lagi hanya berselimut lurik. Bari mengambil sedikit tempat di pinggir untuk merebahkan tubuhnya. Sekilas diliriknya wajah ibunya dalam gelap, hanya nampak siluet wajah seorang wanita yang belum tua benar. Namun tetap menarik.

Bari coba memejamkan mata dan tidur. Tanpa sadar ternyata ia juga tidur hanya berbalut sarung yang melingkari bagian perut ke bawah.Cukup lama pemuda tanggung ini berusaha tidur sewaktu tanpa diduga Surti mengerang dan menggeliat ke arah dirinya. Bari gelagapan ketika tangan Surti justru memeluknya.

Dan tubuh Bari kembali berdesir karena dada montok ibunya menekan dadanya meski masih terhalang selimut. Ini merupakan rangsangan hebat buat Bari, namun ia tak mau gegabah seperti tadi. Ia tak mau kejadian tadi terulang. Maka ia harus mampu menahan nafsunya. Kami boleh pelukan tapi zakarku tak boleh tegang, bathinnya. Dengan prinsip itu akhirnya Bari memberanikan diri balas memeluk ibunya. Malah lebih dari itu, lagi-lagi Bari melempar sarungnya yang mengganggu gerakan paha dan kakinya sampai bugil. Perlahan ia masuk ke dalam selimut ibunya dan balas memeluk tubuh bugil montok semok itu. Ibu dan anak itu pun tidur berpelukan. Kali ini Bari hanya menempelkan zakarnya di paha Surti dan bertahan sekuat tenaga supaya tidak ereksi. Beruntung matanya terasa sangat berat sehingga tak lama kemudian ia pun tertidur berpelukan dengan ibunya.

Udara panas dini hari itu membuat tubuh mereka berkeringat. Sekitar pukul empat pagi, seperti kebiasaannya, Surti terbangun. Lagi-lagi ia hampir terkejut mendapati dirinya telanjang berpelukan dengan Bari yang bugil. Selimutnya tak cukup lebar menutupi tubuh mereka berdua hingga yang tertutup praktis hanya sekitar pinggul saja, sedangkan bagian lain benar-benar terbuka. Surti ingin mendorong tubuh Bari, namun ia segera menyadari bahwa Bari saat itu sedang tidur nyenyak. Ia jadi tak tega sehingga dibiarkannya posisi tubuhnya yang telentang sementara Bari menindih sambil memelukkan tangan dan satu kakinya berada di sela-sela paha Surti. Surti agak tenang karena tidak merasakan zakar Bari ereksi.

Yang menggelisahkan justru tangan Bari yang menelangkupi buah dada kirinya serta ketelanjangan mereka. Bagaimanapun ia masih normal dan gesekan kulit dengan kulit demikian malah menimbulkan rangsangan yang perlahan menggelitikinya syahwatnya. Surti semakin tak tahan dan berusaha menggeser tangan serta menjauhkan tubuh Bari perlahan agar ia tak bangun.

"Eee," terdengar suara erangan Bari yang merasa tidurnya terganggu.
Ia malah tak mau melepaskan pelukannya, justru sedikit meremas buah dada Surti, membuat Surti mendesis.

"Bari, lepaskan Ibu mau bangun" bisik Surti ke telinga Bari sambil mendorong lebih kuat.

"Eee.. sebentar, Bu" desis Bari sambil mempererat pelukannya, menaikkan tubuhnya dan mengulum puting Surti.

"Sudahlah, Bari jangan diulang kejadian semalam" Surti menjangkau kepala Bari sambil menggigit bibir menahan gejolak syahwat yang berputar di pusarnya.

"Ibu tidak marah?" desis Bari lagi dengan mata masih setengah terpejam.

"Tidak, Bar sekarang sudahlah, nanti kamu terangsang lagi" Perlahan Bari menggeser tubuhnya menjauhi ibunya. Ia melanjutkan tidurnya, sementara Surti segera bangun, mencari dasternya yang tercecer di lantai dan mengenakannya sebelum beranjak keluar kamar. Sekilas diliriknya tubuh bugil Bari.
"Ia ternyata sudah dewasa" bathinnya.

Dan, sejak itulah saat-saat tidur bersama seranjang dengan Bari mulai memasuki babak baru. Surti tak mampu menolak manakala Bari dengan manja memeluknya, menindihnya, bahkan dengan nakal meremasi teteknya atau malah memaksa Surti membuka dasternya dan menetek seperti anak kecil. Bagi Surti sendiri pelukan, tindihan, kuluman dan hisapan-hisapan Bari di sekujur tubuh dan buah dadanya sungguh merupakan rangsangan yang sulit dihindari. Ia tak mampu menolak itu semua, bahkan seolah memberi izin Bari melakukannya setiap malam. Ya, setiap malam kini ia harus menerima perlakukan seksual Bari yang tak kenal lelah. Pemuda tanggung yang tengah panas-panasnya ini seperti mendapat mainan baru yang menggairahkan.

Kini Bari tak segan lagi bertelanjang di depan ibunya, bahkan seringkali ia ikut menelanjangi Surti hingga hanya tersisa CD. Bari tak segan lagi menyuruh Surti memegang zakarnya dan mengocoknya. Sementara tangannya sibuk memerah tetek Surti bahkan tak jarang coba mengelus-elus lubang nikmat Surti meski dari luar CD. Merasa sudah kepalang basah, Surti pun menikmati permainan seksual itu meski ia masih menjaga agar gua garbanya tak lagi ditembus zakar Bari. Ia menjepit zakar Bari dengan pahanya dan membiarkan sperma perjaka itu muncrat di luar atau di perutnya. Bahkan akhirnya Bari memaksa Surti mengulum zakar tegang itu dan menerima muntahan lahar panas. Mula-mula dimuntahkannya tapi lama-lama justru dinikmati dan ditelannya. Ibu dan anak ini akhirnya saling belajar memuasi dan dipuasi.

Tak tahan, Surti mulai mengajari Bari memuasi dirinya pakai tangan dan akhirnya pakai lidah. Bari yang semula jijik, lama-lama terbiasa juga menjilati lubang sempit bergelambir milik Surti. Biji kelentit dan daerah G-spot merupakan kenikmatan tersendiri bagi Surti. Sampai ia kadang orgasme. Mereka berdua kemudian malah setiap malam tidur telanjang berpelukan, dan akhirnya Surti juga mengizinkan Bari menancapkan zakar ke vaginanya. Bari sudah cukup bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan sperma di dalam vagina Surti setelah diberitahu kemungkinan kehamilan bila spermanya masuk ke rahim. Ya, selama beberapa minggu, tanpa sepengetahuan siapapun, mereka bagai dua pengantin baru yang asyik dilanda nafsu. Berpacu mengumbar birahi, tak peduli merupakan hubungan incest. Bari yang masih muda begitu semangat dengan kegiatan seksual mereka sementara Surti yang sudah lama tidak merasakan belaian laki-laki ingin kerinduannya dipuasi. Nafsunya belum padam. Berbagai gaya mereka lakukan, dari yang konvensional sampai gaya anjing kimpoi, 69, sambil duduk berhadapan atau Surti di pangkuan Bari dan seterusnya. Pokoknya nikmat dan uenaak tenaanSampai di suatu pagi sekitar jam 6 pagi Surti merasa tubuhnya sedang digerayangi Bari, padahal ia merasa masih sangat mengantuk setelah semalaman bertempur seru sampai dini hari. Dibiarkannya Bari merenggangkan pahanya dan untuk kesekian kalinya menelusupkan zakar tegangnya lalu mulai mengocoknya. Keras, cepat dan semakin cepat seperti terburu-buru Bari mengayun pantatnya. Ia ingin menyalurkan nafsunya yang muncul di pagi hari, sementara jam tujuh ia juga harus masuk sekolah. Genjotan Bari yang sedemikian keras lambat laun juga merangsang Surti menggapai nikmat di pagi itu. Sayangnya selagi Surti baru mencapai tahap pemanasan, mendadak tubuh Bari sudah terkejang-kejang lalu buru-buru ia mencabut penisnya dari lubang nikmat ibunya serta merta menyemprotkan sperma dengan deras ke perut ibunya. Disusul mengoser-oserkan zakar tegang itu ke seluruh dada hingga berakhir di jepitan tetek Surti.

Vagina Surti masih berdenyut-denyut ingin dipuasi ketika Bari sudah meloncat keluar kamar untuk bersiap ke sekolah. Tinggallah Surti sendiri kecewa sambil mengelus-elus vagina dan meremasi teteknya sendiri. Nafsunya belum tuntas! Bari egois, hanya mau memuasi dirinya saja, tak peduli ibunya kelojotan menahan nafsu. Baru sekitar jam tujuh pagi Surti bangkit mengelap noda-noda di badan dengan CD-nya lalu mengenakan dasternya dan merapikan ranjang yang hampir tiap hari harus ganti sprei karena penuh bercak sperma dan mani mereka. Dibawanya sprei dan pakaian kotor ke tempat cucian, direndamnya dan ditaburi deterjen bubuk.

Terdengar ada yang sedang mandi, pasti Banu pikir Surti. Banu, kakak Bari, termasuk rajin cari tambahan penghasilan. Meski kadang pulang dengan tangan hampa tapi ia selalu rajin bangun pagi, mandi lalu pergi entah kemana. Cari obyekan, katanya setiap ditanya.

Pintu kamar mandi terbuka, Banu muncul.

"Mau kemana Nu?" tanya Surti.

"Cari motor, Bu. Kemarin ada teman cari motor bekas yang murah-murahan. Moga-moga motor Pak Panut belum dijual."

"Rumah Pak Panut agak masuk ke desa kan?"

"Iya, Bu, saya tahu. Paling nanti sampai sore baru pulang"

Sementara Surti menjemur pakaian, terdengar Banu pamit mau pergi.

"Saya pergi ya, Bu!" serunya.

"Ati-ati ya Eh, Basuki dimana?"

"Biasa, belum bangun, Bu" jawab Banu sambil keluar rumah. Pintu rumah ditutupnya. Selesai menjemur pakaian, Surti lalu mandi, dicucinya sekalian daster yang dipakainya. Seusai mandi ia hanya berbalut handuk menutupi payudara hingga pahanya, menjemur pakaiannya. Melangkah masuk ke rumah, dilihatnya Basuki duduk bersarung dan telanjang dada di kursi makan, melamun. Pandangannya kosong. Surti kasihan juga melihat sulungnya yang 25 tahun itu tak juga kunjung bekerja lagi.

"Sudahlah Bas, jangan melamun terus" bujuk Surti sambil mengambilkan segelas teh.
Diangsurkannya teh itu kepada Basuki, kemudian dijangkaunya kepala Basuki dan dielus-elusnya seperti kebiasaannya waktu kecil dulu. Basuki memejamkan mata dan mendadak tubuhnya seperti menggigil.

"Kamu kenapa Bas?" tanya Surti heran melihat putranya.
Dan lebih terkejut lagi ketika tiba-tiba Basuki bangkit dan berbalik memeluki dirinya seperti orang kesetanan.

"Bu.. tolong aku.. Bu" desisnya membuat Surti tambah panik.

"Bas, Bas! Kamu kenapa?" Surti bingung dan berusaha melepaskan diri.
Tapi tenaga dan tubuhnya yang hanya setinggi pundak Basuki tak mampu menahan ketika perlahan namun pasti Basuki mendorongnya ke kamar. Bahkan pergulatan mereka serta gesekan dengan kulit dada Basuki membuat handuknya terlepas dan sarung Basuki melorot. Surti geragapan ketika tubuh bugilnya diangkat Basuki ke atas ranjang dan digeluti.

"Bas! Bas! Gila kamu.. ini aku ibumu!" Surti terus berontak sambil mendorong dan memukuli. Namun Basuki terus menggelutinya.

"Bu tolong Bu, aku pingin sekali aku butuh." dan sadarlah Surti bahwa saat itu Basuki sedang dilanda birahi. Ia pasti pernah merasakan tubuh wanita dan sekarang, setelah lama puasa, butuh penyaluran.
"Apakah aku harus memenuhi hasratnya?" pikir Surti cepat.

"Bas Bas jangan Ibu kau jadikan pelampiasan Ugh" Surti tak menyelesaikan kata-katanya karena putingnya dihisap keras sementara tangan Basuki menggosok-gosok dan memasukkan jemari ke vaginanya dengan ganas. Mengaduk-aduknya. Surti tergerinjal, nafsunya yang tadi belum dituntaskan Bari kembali bangkit.
"Ah, kenapa lagi-lagi aku dinodai anakku?" jerit hati Surti.
Tenaganya melemah.

"Bas egh jangan Bas," lemah suara Surti ketika melihat zakar Basuki tegang panjang memerah dengan urat-urat kehitaman di sekelilingnya.

"Aku tidak tahan lagi, Bu" Basuki menempatkan pantatnya di antara paha Surti, mengarahkan pedang tumpulnya ke lubang nikmat ibunya lalu.
"Sleepp sleep bless bless" Surti sampai terangkat pantatnya ketika zakar panjang nan tegar milik Basuki mencapai rahimnya dan menyentuh-nyentuh pusat kenikmatannya. Kemudian dengan cepat menusuk-nusuk dan memompanya bertubi-tubi.

"Shh shh sudah Bas.. cukup stop Ibu nggak tahan" bibir Surti bergumam menolak tapi entah kenapa tangannya justru merangkul erat leher Basuki dan membuka pahanya semakin lebar. Basuki tak peduli, terus bergoyang dan bergerak naik turun.

"Hshh hshh cukup Bas jangan kamu keluarkan spermamu di dalam Ibu bisa hamil" Surti semakin terhanyut oleh gerakan Basuki yang jauh lebih lihai dibanding Bari.
Tanpa sadar ia mulai mengimbangi dengan putaran pantatnya Basuki sendiri seperti tak mendengar suara Surti dan benar saja beberapa menit kemudian, dengan zakar tetap menancap, tubuhnya mulai terkejang-kejang berkejat-kejat lalu
"croott croott.." bersamaan dengan tekanan pantat ke vagina ibunya sekeras-kerasnya muncratlah sperma membanjiri rahim Surti. Gilanya Surti justru menggapitkan pahanya erat-erat ke pantat Basuki serta memeluk punggungnya erat-erat dan maninya pun mengalir deras. Basuki ejakulasi. Surti orgasme. Bareng.

Sejurus kemudian dua tubuh layu yang berpelukan erat itu saling melepaskan diri. Terjelepak kelelahan, terbaring telentang. Dada mereka naik turun ngos-ngosan. Masing-masing dengan pikiran melayang-layang. Basuki dengan kesadaran sudah menyetubuhi Ibu kandungnya dengan nafsu sebagaimana ia dulu sering salurkan ke wanita bayaran. Sementara Surti sadar bahwa lagi-lagi ia telah bersetubuh dengan anak kandungnya. Lagi-lagi ia jadi pelampiasan nafsu anaknya. Tapi bukankah ia juga ikut menikmati lampiasan nafsu itu? Malah seperti membuka pintu kesempatan untuk terjadinya seks incest itu?

"Kamu sudah puas, Bas?" tanya Surti berusaha tegar, "kalau belum cepat lampiaskan lagi hasratmu ke tubuh Ibumu ini biar tuntas sekalian biar kamu tidak melamun yang tidak-tidak lagi" entah keberanian dari mana Surti mengucapkan tantangan ini.

Tentu saja Basuki terkejut. Perlahan ia memiringkan tubuhnya dan dipandanginya wajah wanita setengah baya yang adalah Ibu kandungnya itu. Wanita yang tubuhnya bugil telentang itu matanya terpejam. Mengingatkan Basuki pada seorang wanita sebaya yang dulu pertama kali merenggut perjakanya di rantau. Ya, Basuki ingat benar bagaimana ia melepas perjakanya di atas tubuh istri majikannya yang kesepian karena sering ditinggal suaminya pergi bisnis. Beberapa bulan mereka berhubungan. Dan entah kenapa sejak itu Basuki selalu menyukai berhubungan badan dengan wanita yang lebih tua, baik wanita bayaran atau yang sekedar cari teman bersebadan.

Kini, setelah berbulan-bulan puasa, Basuki tak tahan untuk meletupkan hasrat syahwatnya. Untuk mencari wanita bayaran ia tak lagi punya modal, untuk mencari istri-istri kesepian tak lagi semudah di kota besar dulu. Akhirnya diam-diam ia memendam hasrat nafsu pada Surti, yang semula ditahan-tahannya karena bagaimanapun dia adalah Ibu kandungnya. Namun bendungan itu jebol pagi ini ketika nafsu telah merasuk sampai di ubun-ubun Basuki dan kesempatan terbuka manakala rumah sepi dan Surti seperti menantangnya dengan hanya berbalut handuk. Sama seperti wanita yang dulu memperjakainya juga hanya berbalut handuk ketika menyeretnya ke ranjang nikmat.

Demi mendengar tantangan ibunya, percaya nggak percaya Basuki mendekatkan wajah ke muka Surti. Namun mata Surti terus terpejam, seolah menanti aksi Basuki selanjutnya. Pandangan Basuki menyapu seluruh wajah lalu menurun ke payudara montok meski agak kendor, perut yang masih langsing lalu bukit rimbun di bawahnya yang masih tersisa lengket cairan mereka tadi. Antara sadar dan tidak Basuki menggerayangkan tangan ke sekujur tubuh ibunya. Tubuh Surti jadi merinding. Digigitnya bibir bawah, coba bertahan dari rangsangan itu. Namun sulit sekali, terlebih manakala Basuki dengan piawainya mulai menggunakan lidahnya menggantikan tangan. Seperti lintah, lidah itu bergerak menelusuri wajah, leher, payudara, perut, pusar hingga akhirnya bermuara di kerimbunan semak-semak lebat Surti. Dikangkangkannya paha Surti lalu. dengan ganas lidah Basuki menyapu, menelusup dan menjilat-jilat liar lubang nikmat Surti. Menimbulkan rangsangan hebat yang membuat Surti refleks memegang kepala Basuki dan menekannya seolah ingin memasukkan seluruhnya ke lubang vaginanya.

Sekejap saja Surti telah orgasme dan sekejap itu pula Basuki membersihkan seluruh mani yang keluar dengan lidahnya, diminumnya. Lalu lidah itu terus mengerjai vagina Surti, kadang kasar kadang halus. Sampai beberapa menit kemudian Surti kembali harus mengejan berkejat-kejat mengeluarkan maninya lagi. Orgasme lagi. Lagi dan lagi Entah sudah berapa kali Surti kelojotan orgasme tapi Basuki tetap segar menggarap lubang nikmat itu dengan lidahnya.

"Agh.. am.. ampun Bas cukup Ibu tak tahan lagi Ibu lemes banget" desis Surti sambil terus meremasi rambut kepala Basuki setelah orgasmenya yang ketujuh atau delapan.
Tulangnya seperti dilolosi. Sementara lidah Basuki masih mempermainkan klitnya, menggigit-gigit kecil, menarik-nariknya. Ibu dan anak sudah tak ingat lagi hubungan darah di antara mereka. Yang penting gejolak nafsu terpenuhi.

Surti tak mampu menggerakkan tubuh lagi ketika Basuki merayapi tubuhnya lalu sekali lagi menancapkan zakar tegarnya ke lubang vagina Surti menggantikan lidahnya.

"Jangan keras-keras, Bas" pinta Surti yang merasa ngilu di vaginanya. Rupanya Basuki tahu itu dan ia menggerakkan pantatnya dengan santai, tidak tergesa-gesa. Justru kini ia lebih mementingkan pagutan bibir dan lidahnya memasuki mulut Surti. Saling belit, saling sedot, sambil tangannya meremas-remas gundukan gunung kembar Surti hingga puting itu jadi keras.

Sampai berjam-jam lamanya Basuki memperlakukan ibunya seperti itu tanpa sekalipun ia ejakulasi. Sementara Surti entah sudah berapa belas kali orgasme, rasanya habis seluruh maninya. Setelah hampir tiga jam, Basuki berbisik, "Ak aku mau keluar, Bu"

"Jangan di dalam, Bas Ibu bisa hamil"

"Keluar di luar tidak enak, Bu" Basuki meneruskan genjotannya.
Cepat, cepat dan semakin cepat. Surti ikut terlonjak-lonjak mengikuti irama tarikan zakar Basuki. Tak mampu menolak kemauannya sampai akhirnya Basuki kejang-kejang sambil menyemprotkan sperma berliter-liter. "Creett.. Cruutt.." belasan kali bagai air bah. Lalu tubuh kekar itu diam menelungkupi Surti tanpa mengeluarkan zakarnya dari vagina. Denyut-denyutnya masih dirasakan Surti. Gila benar ini anak bisa tahan sedemikian lama.

Kelelahan membuat mereka tidur berpelukan. Surti tak ingat lagi untuk pergi ke pasar. Sudah terlalu siang setelah empat jam pergumulan tadi. Justru yang terbayang kini adalah kejadian yang bakal dilaluinya di hari-hari berikut, yakni harus melayani kebutuhan seks si sulung dan bungsu bergantian. Si bungsu di malam hari, dan si sulung di siang hari. Mereka tidak boleh saling tahu.

Namun, bagaimana dengan Banu, anak kedua. Apakah ia juga akan minta jatah untuk menyetubuhinya? Kuatkah Surti menghadapi tiga "pejantan" ini setiap hari? Bagaimana kalau suatu ketika ia digarap mereka bertiga ramai-ramai? Atau sepanjang hari digilir mereka? Surti tak mampu membayangkan itu semua.